Peran Pendidikan Agama Hindu dalam Membentuk Kepribadian Siswa
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Om
Swastyastu
Om
Awighnamastu nama sidam
Om Ano
Badrah kratavo yantu wiswantah
Rasa angayu bagia saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
karena atas asung kertha wara nugraha beliaulah saya dapat menyelesaikan paper
ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari paper ini adalah “Peran
Pendidikan Agama Hindu dalam Membentuk Kepribadian Siswa”.
Dalam penulisan paper ini, saya banyak sekali mendapatkan bantuan baik
berupa moril, materi maupun materiil. Untuk itu, pada kesempatan yang baik ini,
saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penulisan paper ini.
Saya menyadari dalam penulisan paper ini, banyak sekali kekurangan yang
menjadikan paper ini jauh dari sempurna. Untuk itu, saya mohon kritik dan saran
yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan paper ini. Sebagai akhir kata, saya
berharap paper ini dapat bermanfaat bagi
pembacanya.
Om ksantawya kayiko dosah
Ksantawyo wacikomama
Ksantawyo manaso dosah
Tat pramadat ksama swamam
Om Santih, Santih, Santih Om
Bangli, 6
April 2011
Penulis.
DAFTAR
ISI
HALAMAN
DAFTAR ISI ......................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN .............................................................. 1
1.1
Latar Belakang ............................................................ 1
1.2
Rumusan Masalah ....................................................... 3
1.3
Tujuan
.......................................................................... 3
BAB
II PEMBAHASAN ................................................................. 4
2.1
Pengertian Pendidikan
Agama Hindu.......................... 4
2.1.1
Pengertian Pendidikan .................................... 4
2.1.2
Pengertian Agama Hindu ................................ 7
2.1.3
Pendidikan Agama Hindu ............................... 8
2.2
Tujuan
Pendidikan Agama Hindu................................ 9
2.3
Peran Pendidikan Agama Hindu dalam Membentuk
Kepribadian Siswa........................................................ 12
BAB III PENUTUP
........................................................................... 17
3.1
Kesimpulan .................................................................. 17
3.2
Saran ............................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Salah satu permasalahan yang dihadapi
oleh bangsa Indonesia
dalam dunia pendidikan adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan
satuan pendidikan serta merosotnya moral etika para siswa. Hal ini telah tidak bisa dikaji hanya dengan
melihat satu aspek saja. Kondisi sosial ekonomi serta keadaan pendidikan kita
dilapangan mengalami sebuah gejala kesenjangan. Banyaknya bangunan sekolah yang
tidak layak pakai untuk melakukan proses pembelajaran, biaya pendidikan yang
mahal, yang sulit dijangkau bagi kebanyakan masyarakat. Dan bahkan banyak
anak-anak kecil yang putus sekolah dan memutuskan untuk mencari uang meski
dengan harus turun ke jalanan karena mereka tidak mampu membayar biaya
pendidikan yang begitu tinggi terutama di perkotaan. Kurikulum yang selalu
berubah mempengaruhi seluruh aspek dan komponen dalam proses belajar-mengajar
tersebut. Pendidikan seakan-akan dijadikan kelinci percobaan dan terlihat ada
suatu unsur komersil dalam setiap perubahan yang terjadi dalam pendidikan. Dari
kalangan pemerintah selalu menginginkan kenaikan mutu pendidikan. Akan tetapi
mereka tidak pernah menyesuaikan dan membandingkan antara tuntutan keinginan
yang begitu tinggi dengan kondisi yang real terjadi di lapangan.
Bila keadaannya seperti ini, akan sangat sulit untuk menciptakan dunia
pendidikan yang baik, dimana proses transformasi ilmu terjadi. Dan bahkan bila
diamati lebih dalam, dari faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya mutu
pendidikan di indonesia, akan menimbulkan suatu krisis karakteristik positif
dan terjadinya degradasi moral dikalangan pelajar. Bagaimana tidak, dengan
mahalnya biaya pendidikan, para tunas bangsa tidak bisa melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi dan bahkan putus sekolah. Dalam kondisi seperti
ini, dengan pendidikan moral, etika dan budi pekerti yang minim mereka dapatkan
disertai kondisi ekonomi yang selalu menjerat leher mereka, muncullah
benih-benih karakter negatif yang cenderung mengindikasikan sesuatu yang
bersifat kriminal. Tentu hal ini tidak pernah kita harapkan akan terjadi pada
generasi penerus bangsa .
Bagaimanakah sebuah bangsa bisa maju kalau generasi muda mereka memiliki
karakter yang tidak baik?
Fenomena terdegradasinya moral suatu bangsa memang sangat mengkhawatirkan.
Disinilah seharusnya pendidikan mampu berperan aktif. Pendidikan yang baik
adalah pendidikan yang bisa membentuk karakter positif kepada peserta didik.
Pendidikan agama adalah salah satu usaha konkret yang bisa diterapkan baik
secara formal maupun non formal untuk mengatasi degradasi moral dan krisis
karakter positif tersebut. Semua agama mengajarkan hal yang baik. Tapi ada
oknum-oknum tertentu yang menyalahgunakan agama sebagai tameng untuk
membenarkan perbuatan yang tidak benar. Disini akan dijelaskan tentang
pendidikan agama khususnya agama Hindu seberapa besarkah kontribusi pendidikan
agama Hindu dalam membentuk karakter siswa yang beragama Hindu.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apakah
yang dimaksud dengan pendidikan Agama Hindu?
1.2.2
Apakah
tujuan dari Pendidikan Agama Hindu itu sendiri?
1.2.3
Bagaimanakah
peranan pendidikan Agama Hindu dalam membentuk kepribadian siswa?
1.3
Tujuan
1.3.1
Untuk
mengetahui pengertian tentang Pendidikan Agama Hindu.
1.3.2
Untuk
mengetahui tujuan Pendidikan Agama Hindu.
1.3.3
Untuk
mengetahui peran Pendidikan Agama Hindu dalam membentuk kepribadian siswa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendidikan Agama
Hindu
2.1.1 Pengertian
Pendidikan
Kata education ’pendidikan’ berasal dari akar kata bahasa latin ’educare’, menunjukkan pengumpulan berbagai
fakta duniawi, maka educare merupakan usaha untuk menampilkan apa yang laten di dalam diri manusia. Pendidikan digunakan
untuk penghidupan, sedangkan, educare digunakan untuk hidup. Pendidikan
digunakan untuk mencari nafkah (Jivanopadhi), educare digunakan untuk mencapai
tujuan akhir kehidupan (Jivitha paramavadhi) (Sai, 2002 : 4).
Menurut The Encyclopedia American (Vol. 9 : 642) yang dikutip oleh Titib
(2003 : 45) pengertian pendidikan yakni suatu Proses seseorang mendapatkan
pengetahuan, pemahaman, mengembangkan sikap-sikap atau keterampilan-keterampilan.
Pendidikan mempunyai dua fungsi:
1. Fungsi Sosial, pendidikan bertugas
untuk menolong setiap individu agar dapat menjadi anggota masyarakat yang
berhasil guna dengan cara mengajarkan kepadanya sejumlah pengalaman masa lalu
dan pengalaman masa kini.
2. Fungsi lndividu, pendidikan bertugas
menolong dan membina individu agar dapat menikmati kehidupan yang lebih baik,
lebih memuaskan dan lebih berhasil dengan cara mempersiapkan individu tersebut
untuk menangani pengalaman-pengalaman baru dengan baik
Pendidikan
tidak semata-mata bertujuan hanya untuk mengajar mata pelajaran, tetapi
mendidik, membesarkan dan mengembangkan kepribadian anak. Pendidikan adalah
perwujudan kesempurnaan yang telah ada pada diri manusia. Jadi ia merupakan
pengembangan yang terpadu dan harmonis pada kepribadian manusia. Pendidikan yang dimaksudkan
adalah menggali potensi-potensi kepribadian yang secara kodrati telah berada
dalam diri manusia. Pendidikan seumur hidup bukan untuk sekedar hidup.
Pendidikan semestinya merupakan proses perkembangan kepribadian manusia secara menyeluruh,
dengan kata lain mekarnya nilai-nilai kemanusiaan yang luhur menuju
kesempurnaan dan terwujudlah nilai-nilai yang baik. Pendidikan kemanusiaan
bukan merupakan pelajaran terpisah melainkan harus menjadi inti sari dari semua
mata pelajaran, kurikulum dan kegiatan ekstra-kurikuler.
Pendidikan
itu mengajarkan kepada kita bahasa dan pengetahuan tetapi tidak ada pelajaran
tentang bagaimana kita hidup tenang, bahagia atau dalam kedamaian di antara kita
sendiri maupun dengan orang lain. Oleh karena itu Mahatma Gandhi berujar “Pendidikan
tanpa karakter adalah sia-sia” (education without character is useless) bahkan
sangat membahayakan. Bahkan beliau menyatakan bahwa pendidikan
seharusnya mengarahkan kepada kemanusiaan. Pendidikan haruslah membentuk dan mengembangkan karakter ke arah yang lebih
baik. Pendeknya pendidikan seutuhnya harus manusiawi, tidak hanya menyangkut
pendidikan intelek tetapi juga kehalusan budi dan disiplin batin.
Dalam Niti Sataka (16) karya Raja Bhartrihari
menyebutkan :
Vidya nama narasya rupamadhikam
pracchannaguptam dhanam
Vidya bhagakari yasah sukhakari
vidya gurunam guruh
Vidya bondhuiana videsogamone
vidya para devata
Vidya rajasu pujyate na hi
dhonom vidyavihinah pasuh
Pengetahuan adalah kecantikan
manusia yang paling agung dan merupakan harta yang tersembunyi. Ia adalah
sumber dari semua kesenangan, kemasyuran dan kebahagiaan. la adalah guru dari
semua guru yang menjadi sahabat di negeri asing. Pengetahuan bagaikan dewa yang
dapat mengabulkan setiap keinginan. Pengetahuanlah yang dihormati dalam pemerintahan,
bukan kekayaan. Oleh karena itu, manusia tanpa pengetahuan yang benar bagaikan
binatang.
Artinya, pendidikan memegang kunci yang paling
utama dalam hidup. Oleh karena itu Veda menjelaskan bahwa kelahiran dari seorang
ibu masih dianggap lebih rendah (ekajati) dengan ketika ia dilahirkan dari pengetahuan
melalui guru. Manusia dianggap persis seperti binatang ketika ia tidak memiliki
pengetahuan.
Pendidikan secara
implisit mengandung tiga elemen dasar sebagai bentuk keseimbangan rohani dan
jiwa, yaitu : intelektual, Estetika dan Etika. Intelektual tidak hanya
diartikan sebagai bentuk kecerdasan, tetapi secara eksplisit berisikan nilai moral
dan karakter. Apabila anak cerdas (intelek) namun tidak hormat kepada orang
tua, tidak patuh kepada peraturan sekolah dan gurunya atau orang lain maka ia
tidak disebut orang berpendidikan. Bisa saja seorang anak memiliki nilai
estetika yang luar biasa, namun kalau dibelikan motor baru lalu dipreteli,
corat coret di tembok rumah orang, merusak lingkungan atau pepohonan maka ia
tidak termasuk anak cerdas. Ketiga nilai ini harus berkolerasi dan terindepedensi
satu sama lain. Anak seperti ini harus diberikan media, kontrol, pemahaman,
tuntunan untuk mengekspresikan kreativitasnya. Pendidikan tidak hanya mengasah
kecerdasan intelektual yang dikembangkannya bila seseorang dalam tindakannya ternyata
membunuh, berkelahi, memperkosa, menipu, korupsi, serta menyalahgunakan
kekuasaannya .
2.1.2 Pengertian
Agama Hindu
Agama sebagai
pengetahuan kerohanian yang menyangkut soal-soal rohani yang bersifat gaib dan
sangat private. Secara ethimologinya Agama berasal dari bahasa Sansekerta,
yaitu dari kata “a” dan “gam”. “A” berarti tidak dan “gam”
berarti pergi atau bergerak. Jadi kata agama berarti sesuatu yang tidak pergi
atau bergerak dan bersifat langgeng. Menurut Hindu yang dimaksudkan memiliki
sifat langgeng (kekal, abadi, dan tidak berubah-ubah) hanyalah Hyang Widhi Wasa
(Tuhan Yang Maha Esa). Demikian pula ajaran-ajaran yang diwahyukan-Nya adalah
kebenaran abadi yang berlaku selalu, dimana saja dan kapan saja. Berangkat dari
pengertian itulah, maka agama adalah merupakan kebenaran abadi yang mencakup
seluruh jalan kehidupan manusia yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui
para Maha Rsi dengan tujuan untuk menuntun manusia dalam mencapai kesempurnaan
hidup yang berupa kebahagiaan yang maha tinggi dan kesucian lahir dan bathin.
Keberadaan
agama-agama yang ada di dunia ini pada umumnya didasarkan pada pewahyuan Tuhan
Yang Maha Esa yang diterima oleh para pendirinya. Sebutan/nama dari suatu agama
biasanya memiliki hubungan yang sangat erat sekali dengan para pendirinya.
Sebut saja agama Buddha yang berkaitan erat dengan Sidharta Gautama. Kristen
dengan Yesus Kristus. Berbeda dengan agama-agama tersebut, agama Hindu tidak
memiliki keterkaitan dengan seorang Maharsi penerima wahyu sebagai pendirinya,
karena dalam agama Hindu Wahyu Tuhan Yang Maha Esa itu diterima oleh banyak
Maharsi.
Para tokoh
mengatakan bahwa sebutan Hindu itu berasal dari kata Sindhu yaitu nama sebuah
sungai diwilayah india bagian Barat Daya yang sekarang dikenal dengan nama
Punjab (daerah 5 aliran sungai).
2.1.3 Pendidikan
Agama Hindu
Dari sekian
paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan Agama Hindu adalah
suatu proses seseorang untuk mendapatkan pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan
serta mengembangkan kepribadian (sikap, sifat dan mental) yang berpedoman pada
ajaran agama Hindu (Veda).
Melalui
pendidikan agama Hindu diharapkan para siswa mampu mengetahui dan memahami
esensi dari ajaran Agama Hindu itu sendiri serta mampu mengaplikasikannya ke
dalam sebuah kepribadian yang utuh dan bersifat positif.
2.2 Tujan Pendidikan Agama Hindu
Arah dan
tujuan pendidikan adalah mentransformasi nilai-nilai pendidikan agar anak didik
memiliki kepribadian yang seutuhnya. Komitmen pendidikan pada dasarnya membawa
anak agar menyadari akan kesejatian dirinya (self realizing). Apa yang dikatakan
sebagai pendidikan dewasa ini adalah apa yang masih tertinggal pada diri kita
setelah semuanya terlupakan. Jadi apa yang masih tertinggal setelah semuanya
terlupakan? Watak yang baik. Tanpa watak atau budi pekerti yang baik,
pendidikan tidak ada gunanya (Vishvanath, 1997:5).
Pembentukan
karakter yang baik pada anak didik sebagaimana Bhagawan Sri Sathya Sai Baba (2000:5)
menyatakan :
Tujuan pengetahuan adalah kearifan
Tujuan peradaban adalah kesempurnaan
Tujuan kebijaksanaan adalah kebebasan dan
Tujuan pendidikan adalah karakter
yang baik
Nampaknya,
paradigma pendidikan mulai bergeser dari arah untuk membentuk watak yang baik
menuju pendidikan yang mengembangkan kecerdasan intelektual. Akhirnya,
institusi pendidikan menjadi pasar yang cepat mendatangkan finansial yang
berlimpah. Alasannya, institusi pendidikan hanya terjamah dan dinikmati oleh mereka
yang mampu untuk membayar mahalnya biaya pendidikan. Institusi pendidikan menimbulkan
gap yang tajam karena lembaga ini hanya dapat diakses oleh kalangan yang mampu
untuk itu, timbullah ketidakadilan. Tanpa materi dan penggunaan hightech bisa jadi
para calon akademisi akan berpaling kepada lembaga pendidikan yang menyediakan
fasilitas pendidikan yang lebih canggih, modern dan bermutu sebagaimana yang
dibutuhkan. Ada parameter yang substansial dalam dunia pendidikan. Semakin
tinggi fasilitas teknologi yang ditawarkan semakin besar biaya pendidikan yang
diajukan. Semakin besar biaya pendidikan yang diajukan semakin banyak animo masyarakat
yang menyerbu model pendidikan seperti itu. Besarnya animo masyarakat terhadap pendidikan
dengan higntech seperti ini, menunjukkan tingkat keberhasilan asumsi dunia pendidikan
mengeruk keuntungan. Sepertinya memang dunia pendidikan mahal serta tidak bisa dipisahkan
dengan dunia glamor. Agar mencapai ‘harga jual’ yang mahal dan tidak
merendahkan ‘gengsi’ pendidikan haruslah dunia pendidikan itu mahal dibarengi
dengan penyediaan fasilitas yang canggih. Tanpa demikian hampir dipastikan
dunia pendidikan akan tertinggal karena tuntutan prigprarisme.
Management
Sekolah unggulan pada umumnya menyediakan fasilitas yang lebih lengkap dan
canggih. Rasa gengsi, kehormatan, kontinuitas dalam mempertahankan harga diri
adalah sebuah keharusan. Walaupun, sangat diabaikan dalam pendidikan formal
dalam pemenuhan dunia rohani yang melibatkan nilai moralitas, etika dan
karakter, Dalam dunia kerohanian mencari kemashyuran termasuk penghalang
kehancuran spiritual. Bahkan setelah melepaskan posisi-posisi keduniawian, keinginan
untuk mendapatkan nama besar tetap berada dalam bawah sadar. Oleh karena itu
pencari kebenaran hendaknya mengabaikan seluruh tubuh, pikiran, dan jiwanva di
konsentrasi kan kepada Tuhan dan tidak memiliki keinginan yang sifatnya diri
sendiri (Rama, 2002 : 35).
Tujuan
Agama Hindu sesungguhnya terkandung dalam ajaran Catur Purusa Artha yaitu empat
tujuan hidup umat Hindu. Antara lain Dharma, Artha, Kama dan Moksa. Untuk
mencapai artha dan kama maka hendaknya dharmalah yang dicari terlebih dahulu
sebagai landasan untuk meraih artha dan kama. Setelah semua itu tercapai
barulah menapaki ke jenjang Wanaprastha untuk melepaskan diri dari ikatan
duniawi dan akhirnya mencapai tujuan akhir yaitu moksartham jagadhita ya ca iti
dharma.
Tujuan
pendidikan agama Hindu telah dirumuskan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat
melalui seminar kesatuan tafsir (1985) terhadap aspek-aspek agama Hindu (Titib,
2002: 18), sebagai berikut :
1) Menanamkan ajaran agama Hindu menjadi
keyakinan dan landasan segenap kegiatan umat Hindu dalam semua
perikehidupannya.
2) Ajaran agama Hindu mengarahkan pertumbuhan
tata kemasyarakatan umat Hindu hingga serasi dengan Pancasila, dasar negara
Republik Indonesia.
3) Menyerasikan dan menyeimbangkan pelaksanaan
bagian-bagian ajaran agama Hindu dalam masyarakat antara tatwa , susila dan
upacara.
4) Untuk mengembangkan hidup rukun antar umat
berbagai agama.
Presiden
RI. I, Ir. Soekarno memahami pemikiran Swami Vivekananda bahwa tujuan
pendidikan itu adalah pembentukan karakter anak didik atau anak-anak yang
suputra seperti diharapkan oleh orang tua, guru, dan masyarakat. Bung Karno
juga memahami tentang Tat Twam Asi, Advaita, Vedanta dan sebagainya dan beliau
berujar ”Saya sangat memahami ucapan Vivekananda” kata Bung Karno. Gurunya
Vivekananda namanya Ramakrishna duduk dirumahnya, diserambi muka, sedang hujan.
Duduk di dalam rumahnya tidak akan kena air hujan. Dia melihat orang berjalan
kehujanan. Ramakrishna yang duduk di dalam rumah menggigil kedinginan. Orang
lain yang kena air hujan dia yang kedinginan. Oleh karena itu, Advaita berkata,
paham kesatuan berkata : Tat Twam Asi, dia adalah aku, aku adalah dia (dalam
Titib, Noorsena, 1999 : 50). Bung Karno kemudian menggagas ide cemerlang dengan
mengemukakan pendidikan sebagai ”nation and character building”.
2.3 Peran Pendidikan Agama Hindu dalam Membentuk
Kepribadian Siswa
Inti ajaran
agama Hindu terdiri dari bagian yang disebut dengan Tri Kerangka Agama Hindu.
Tri Kerangka Agama Hindu itu sendiri dibagi menjadi 3 bagian antara lain :
1. Tattwa (filsafat)
2. Susila (etika)
3. Upacara (ritual)
Dari ketiga
kerangka tersebut, dapat dikembangkan menjadi beberapa ajaran agama Hindu yang
kemudian diaplikasikan kedalam sebuah praktek upakara atau simbol-simbol yang
mencerminkan makna dari ajaran agama tersebut.
Jika
diibaratkan tattwa itu adalah kepala, susila adalah hati, upacara adalah tangan
dan kaki agama. Dapat juga diandaikan sebagai sebuah telor, sarinya adalah
tatwa, putih telornya adalah susila dan kulitnya adalah upacara. Telor ini akan
busuk jika satu dari bagian ini tidak sempurna. Maka dari itu, ketiga kerangka
ini haruslah seimbang.
Banyak
tattwa yang mampu membuat seseorang menjadi berubah kearah yang lebih positif
bila saja seseorang itu mampu memaknai tattwa tersebut dan mampu disesuaikan
dengan kehidupan yang sekarang. Contoh yang sehari-hari kita dengar yaitu
ucapan Om Swastyastu. Andai saja ucapan ini dapat dipahami dan dimaknai oleh
seorang siswa, pastinya akan ada suatu anugrah, berkah dan timbulnya aura
positif dari ucapan yang sangat dalam tattwanya (filsafatnya). Kata Om
merupakan aksara suci untuk Sang Hyang Widhi Wasa, Swastyastu berasal dari bahasa
Sansekerta yang artinya semoga selalu berada dalam keadaan yang baik atas
karunia Hyang Widhi. Sungguh luar biasa makna dibalik kata yang sederhana di
atas. Tapi seakan-akan orang-orang atau khususnya para siswa, hanya sekedar
mengucapkannya sebagai salam saja tanpa mengetahui makna dibalik kata-kata
tersebut. Sama halnya dengan mengucapkan mantram-mantram suci ketika
bersembahyang. Bila diucapkan dengan sungguh pasti akan timbul suatu getaran
sehingga persembahyangan tersebut akan terasa sangat hikmat. Dari hal-hal
tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi psikologi seseorang dengan
adanya keyakinan akan Beliau, pastinya akan muncul pemikiran-pemikiran positif
sehingga mampu untuk berbuat yang positif pula. Hal apapun menyangkut tattwa
tentang ketuhanan haruslah diajarkan sejak dini kepada si anak. Dan disekolah
pun guru-guru harus mampu memberikan pesan-pesan yang menyangkut tentang ajaran
agama terutama kepercayaan terhadap Hyang Widhi haruslah ditingkatkan.
Dengan
kepercayaan dan kepahaman akan adanya Ida Sang Hyang Widhi Wasa, maka akan
timbul pemikiran positif yang akhirnya mampu diterapkan oleh para siswa kedalam
sebuah tindakan konkret pastinya tindakan konkret tersebut haruslah bersifat
positif. Dalam agama Hindu tingkah laku yang baik disebut dengan susila. Agama
merupakan dasar tata susila yang kokoh dan kekal. Ibarat bangunan jika
landasan/pondasinya tidak kokoh maka niscaya bangunan tersebut akan mudah
roboh. Hal inilah yang harus diresapi oleh semua orang khususnya para siswa
sebagai generasi bangsa. Banyak kejadian-kejadian yang terjadi akibat dari
perbuatan yang melanggar dari ajaran tata susila.
Banyak
siswa yang melanggar norma-norma sehingga bertindak diluar dari ajaran agama.
Misal saja adanya genk motor yang ujung-ujungnya terjadi perkelahian. Adanya
tawuran antar pelajar, siswa yang memakai narkoba, memperkosa, membunuh dan
yang sering terjadi adalah kasus pencurian dengan berbagai macam alasan.
Mengapa siswa tersebut melakukan hal seperti itu? Dari berbagai kejahatan
tersebut, tentu dapat dipastikan salah satu faktornya adalah semakin
terdegradasinya moral serta etika di dalam diri para siswa.
Disinilah
peran pendidikan agama Hindu yang notabene dibagi menjadi 2 yaitu pendidikan
formal dan non formal. Pendidikan formal tentu saja didapat dari proses pembelajaran
agama Hindu oleh guru. Pendidikan yang dari sekolah tersebut, pada umumnya
hanya bersifat teoritis yang dalam mekanisme pembelajarannya adalah
menyampaikan pesan moral, budi pekerti, tata susila, dan makna-makna ajaran
agama Hindu yang diharapkan mampu mendoktrin pikiran para siswa agar tidak
melanggar dari apa yang diajarkan oleh agama Hindu. Contoh, adanya ajaran Tat
Twam Asi, Ahimsa yang mengajarkan para siswa untuk memiliki sifat welas asih
dan tidak menyakiti atau pun membunuh makhluk lainnya. Diajarkan pula dalam
agama Hindu agar para siswa berbuat, berbicara dan berpikir yang baik yang
disebut dengan Tri Kaya Parisudha. Banyak ajaran agama Hindu yang seharusnya
mampu mendoktrin pemikiran para siswa.
Jikalau
pendidikan formal belum mampu untuk mendoktrin pikiran siswa agar tidak menyimpang
dari ajaran agama, ada hal lain yang
dapat digunakan sebagai penunjang dari pendidikan formal tersebut yaitu
pendidikan non formal. Dalam pendidikan ini yang pertama perlu disorot adalah
bagaimana caranya suatu keluarga (orang tua) menanamkan ajaran-ajaran agama
Hindu kepada anaknya sejak dini.
Bila sejak
dini sudah diajarkan, pastinya kita berharap agar ketika anak itu dewasa, akan
muncul karakter yang baik. Kegiatan-kegiatan yang bersifat sosioreligius
harusnya mampu untuk membentuk kepribadian siswa agar menjadi lebih baik.
Contohnya seperti kegiatan ngayah di Pura. Disamping kita dapat bersosialisasi
dengan orang lain, dapat beradaptasi dengan keadaan dan lingkungan, serta dapat
pula meningkatkan ketrampilan dalam membuat sarana upakara seperti membuat
penjor, tipat, membuat canang, banten dan lain sebagainya. Dengan
kegiatan-kegiatan positif ini, disamping pembentukan karakter yang baik, tetapi
juga mampu untuk mengisi waktu luang siswa agar tidak terisi oleh
kegiatan-kegiatan negatif. Disekolah pun harus meningkatkan ekstrakurikuler
keagamaan sebut saja Dharma Gita, Dharma Wacana, praktek upakara mejejaitan.
Dan sekolah harus membuat program-program yang bersifat sosioreligius. Dengan
berbagai hal yang dipersepsikan di atas mengenai ajaran agama Hindu, diharapkan
agar mampu membentuk kepribadian yang baik dan mempu mengikis sedikit demi
sedikit krisis moral yang terjadi selama ini terutama dikalangan siswa. Karena
kembali ke awal tujuan pendidikan adalah disamping cerdas secara intelektual,
tapi juga harus membentuk karakter yang positif.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidikan Agama Hindu merupakan suatu
proses seorang siswa untuk mendapatkan pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan
serta mengembangan kepribadian (sikap, sifat dan mental) yang berpedoman pada
ajaran agama Hindu (Weda).
Tujuan pendidikan agama Hindu tercantum
dalam Catur Purusa Artha dan juga telah dirumuskan oleh PHDI dan yang paling
terpenting adalah pendidikan agama Hindu harus mampu membentuk kepribadian
siswa yang baik dan mampu mengikis krisis moral yang dihadapi siswa sekarang
ini.
Pendidikan agama Hindu sangat berperan
dalam membentuk kepribadian siswa dengan berbagai ajaran Hindu dan
praktek-praktek upakara akan mampu membantu proses pembentukan kepribadian yang
mengarah ke arah positif .
3.2 Saran
a.
Kepada Pemerintah
Agar mampu menjadi guru Wisesa
yang sejati, yang mampu mengayomi generasi muda kita, serta harus membuat
program-program yang bersifat keagamaan.
b.
Kepada Sekolah
Mampu menjadi suatu wadah bagi
siswa untuk bekreativitas menumbuhkembangkan bakatnya serta mampu menjadi
tempat untuk menggali pengetahuan tentang ajaran agama Hindu.
c.
Kepada Guru
Agar menjadi guru pengajian
yang sejati, mampu mengayomi, mendidik serta membina para siswa agar tidak
terjerumus ke dalam lubang kehancuran yang jauh dari ajaran agama Hindu. Guru
kencing berdiri, murid kencing berlari. Apapun yang dilakukan oleh guru, adalah
panutan dan akan dilakukan pula oleh siswa. Maka dari itu guru harus selalu
menjaga sikap terutama ketika berada di depan siswa.
d.
Kepada Orang Tua
Agar selalu memberikan kasih
sayang, perhatian serta mengajarkan si anak sejak dini tentang ajaran agama
Hindu terutama dengan cara yang sederhana, agar si anak memiliki pemikiran yang
baik dan tidak akan terjerumus kedalam pergaulan bebas.
e.
Kepada Siswa (Genarsi penerus bangsa)
Diharapkan mampu menjadi tunas
bangsa yang memiliki moral serta kepribadian yang positif dengan mempelajari
serta memahami pendidikan agama Hindu itu sendiri, sehingga segala tindakan
yang dilakukan tidak melanggar dari ajaran agama Hindu (Weda) yang pastinya
mampu berkontribusi dalam pembangunan untuk kemajuan nusa dan bangsa. Mahatma
Gandhi pernah berkata ”tidak akan ada negara yang akan maju, apabila generasi
mudanya memiliki moral serta kepribadian yang tidak baik”
DAFTAR PUSTAKA
1. Rai Sidharta, Tjok dan Oka Punia Atmaja,
2001. Upadesa Tentang Ajaran-Ajaran Agama Hindu. Denpasar : Paramita.
2. Sumantra, I Nengah. 2009. Dasar-dasar
Pendidikan Agama Hindu (Bahan Ajar untuk Mahasiswa IHDN Denpasar)
3. Aripta Wibawa, I Made. 2005. Siapakah
yang Disebut Guru. Denpasar. Panakom.
4. Bidja, I Made. 2006. Serba-Serbi Dharma Wacana.
Denpasar : Panakom.
5. Made Madrasita, Ngakan dan Putu Reni, Sang
Ayu. 1999. Mahatma Gandhi Kepada Mahasiswa dan Generasi Muda Hindu.
Denpasar. Manikgeni.
6. Subagiasta, I Ketut. 2007. Etika
Pendidikan Agama Hindu. Denpasar. Paramita.
7. Sudirga, Ida Bagus, dkk. 2007. Widya
Dharma Agama Hindu untuk SMA. Jakarta, Ganeca.
No comments:
Post a Comment