Sunday, March 31, 2013

Gugus Konsonan Bahasa bali



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Fonologi adalah ilmu tentang perbendaharaan fonem sebuah bahasa dan distribusinya. Fonologi berbeda dengan fonetik. Fonetik mempelajari bunyi-bunyi fonem sebuah bahasa direalisasikan atau dilafazkan. Fonetik juga mempelajari cara kerja organ tubuh manusia, terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahasa (Adi. 2009. ”Fonologi Bahasa Indonesia”) . Berdasarkan sifat kajiannya, fonologi terbagi lagi menjadi fonetik dan fonemik. Keduanya menggunakan bunyi sebagai objek penelitiannya. Perbedaan dari fonetik dan fonemik adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak sedangkan fonemik adalah bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Berdasarkan sifat kajian tersebut, fonetik menyebut bunyi bahasa dengan fonem sedangkan fonemik menyebut bunyi bahasa sebagai fonem (Chaer, 2008:103-125). Fonotaktik adalah bidang fonologi atau fonemik yang mengatur tentang penjejeran fonem dalam kata. Contohnya, kata /pertandingan/ memiliki 12 fonem.  
Jejeran fonem dari kata tersebut adalah /p,e,r,t,a,n,d,i,n,g,a,n/. Fonotaktik antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain memiliki kekhasan, misalnya bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, bahasa Indonesia pada mulanya tidak memiliki gugus konsonan /str-/ sedangkan bahasa Inggris memiliki gugus konsonan /str-/, karena fonotaktik memiliki perkembangan gugus konsonan /str-/ yang pada umumnya tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, karena kontak antara bahasa yang terus-menerus memungkinkan gugus konsonan /str-/ ini ada dalam bahasa Indonesia. Lebih lanjut dalam kajian fonemik, penelitian terhadap fonem yang saling berangkaian sehingga membentuk suatu kata dan disetujui oleh penutur bahasa. Pembentukan rangkaian fonem tersebut harus dengan kaidah atau aturan tertentu yang disebut sebagai suatu kaidah yang didasarkan atas perjanjian para pemakai bahasa.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas kami dapat mengambil beberapa rumusan masalah yakni sebagai berikut
·         Bagaimanakah pengertian gugus konsonan berserta pembagian gugus konsonan?



















BAB II
PEMBAHASAN
2.1  PENGERTIAN GUGUS KONSONAN
Gugus konsonan (cluster) adalah dua atau lebih rangkaian konsonan yang terdapat pada satu suku kata. Gugus konsonan adalah kumpulan dari dua konsonan dalam Hanacaraka yang akan membentuk suatu suku kata. Jadi, /pr/ pada kata "proses" atau "protes" adalah gugus konsonan. Karena setelah diuraikan atas suku-suku katanya, maka proses menjadi pro-ses, dan protes menjadi pro-tes, serta /pr/ tetap melekat pada masing-masing suku kata pertama kata-kata tersebut. Batasan ini memberi ruang lingkup bahwa bila kelompok konsonan itu berada dalam satuan suku kata yang lain, maka kelompok konsonan yang semacam itu tidak disebut sebagai gugus konsonan. Perhatikan urutan konsonan pada kata kulkul (kentongan), tektek ( cincang), yang secara sepintas kelihatan terkumpul konsonan /lk/ pada kata kulkul, dan /kt/ pada kata tektek, bukanlah gugus konsonan sebab analisis suku- suku kata tersebut adalah kul-kul, dan tek-tek.
            Berdasarkan konsep dan ruang lingkup di atas, dibawah ini ditunjukan beberapa contoh gugus konsonan yang terdapat dalam bahasa Bali.
2.1.1        Gugus Konsonan / l /
Konsonan apikoalveolar- sampingan ini dapat bergugus dengan fonem konsonan apa saja, selain konsonan  sengau dan / y,r,l,w,h /. Distribusinya hanya terdapat pada awal dan tengah kata.
Posisi awal
Posisi tengah
Posisi akhir
Plekor ( peluk )
Keplug ( bunyi ledakan)
-
Blengih ( mudah menangis )
Geblag ( bunyi bantingan )
-
Kledu ( kalajengking )
Potlot ( pensil )
-
Dlundung ( sejenis pohon dedap )
Kedle ( kedelai )
-
Slegui ( seleguri )
-
-
Cluluk ( Nama Topeng )
Kanclung ( Terlepas )
-
Jlinjingan ( Parit )
-
-
Klungah ( Kelapa Muda yang belum berisit )
Sukla ( suci )
-
Glu ( Terkejut )
Geglaran ( bekal, bentuk)
-

2.1.2        Gugus Konsona / r /
Fonem konsonan ini dapat bergugus dengan kebanyakan fonem konsonan, selain konsonan nasal dan / y,r,l,w,h/. dengan demikian, fonem konsonan ini mempunyai pasangan yang sama dengan fonem konsonan / l / yang telah dibicarakan diatas. Distribusinya juga sama, dapat diawal dan di tengah, tetapi tidak ada di akhir.
Posisi Awal
Posisi Tengah
Posisi Akhir
Pripit ( kikir )
Kapri ( nama kacang )
-
Brag ( kurus )
Abra (bagus dan pantas)
-
Truna ( Perjaka )
Mantra ( mantra )
-
Drsta ( kuna )
Modre ( nama huruf )
-
Sra ( terasi )
Asri ( bagus )
-
Crongcong ( selubung )
Kuncru ( layu )
-
Jring ( kejur )
Bajra ( genta )
-
Kruna ( kata )
Sukra ( jumat )
-
Griya (rumah brahmana)
Lugra ( ampun )
-


2.1.3        Gugus Konsonan / y /
Gugus Konsonan ini terwujud dalam bentuk / by,py,dy,ky/ dan tidak begitu banyaik didapatkan. Fonem / y / hanya bias bergugus dengan konsona letupan, baik lembut maupun tajam. Distribusinya juga tidak selengkap gugus konsonan butir a dan b diatas. Perhatikan contoh berikut :
Posisi Awal
Posisi Tengah
Posisis Akhir
Byah-byah (sejenis tumbuhan air)
Kebyah-kebyah (bersinar-sinar)
-
Pyuh (lilit)
Krempyang (bunyi pecah belah jatuh)
-
Dyah (nama depan)
Madya (tengah)
-
Kryak-kryak (bunyi anak ayam)
Kakya (ikan hiu)

Tyang (saya)
Satya (setya)


2.1.4  Gugus konsonan nasal yang sealat (homogran)
            Penyebutan gugus konsonan nasal ini agak berbeda dengan penyebutan gugus konsonan di atas. Penyebutan gugus konsonan di atas didasarkan pada  konsonan yang bisa dilekati oleh konsonan bm, seperti gugus konsonan /l/. Disebut demikian karena konsonan /l/ mampu bergugus dengan konsonan lain dalam satuan suku kata. Demikian pula gugus konsonan /r/  mampu membentuk gugus dengan konsonan lain. Dalam gugus itu umumnya konsonan yang dijadikan dasar penamaan terletak di belakang atau sebagai unsure konsonan yang kedua, umpamanya gugus konsonan /kl.gl,tl,pl/. khusus  untuk penamaan gugus konsonan nasal yang homogran ini, ternyata konsonan nasalnya terletak di depan sebagai unsure gugus yang pertama, sedangkan konsonan lain yang diajak bergugus terletak di belakangnya. Oleh karena susunannya yang demikian itulah dikatakan bahwa penyebutan gugus konsonan nasal itu agak berbeda dengan gugus konsonan yang sebelumnya.
            Fonem konsonan nasal meliputi fonem konsonan /m,n, ny, ng/. setiap konsonan itu memiliki pasangan konsonan yang sealat daerah artikulasi. Umpamanya, fonem konsonan /m/ sedaerah artikulasi dengan fonem konsonan /b, p/, yaitu sama-sama fonem konsonan bilabial. Demikian pula fonem konsonan /n/, sedaerah artikulasi dengan / d, t /, sama – sama apikoalveolar yang berdekatan dengan apikopalatal sehingga konsonan nasal /n/ itumudah membentuk satu gugus. Demikian pula halnya dengan konsonan nasal /ny,ng/ akan bergugus dengan konsonan yang sedaerah artikulasi.Kata – kata dibawah ini member gambaran yang lebih jelas tentang uraian di atas.

2.1.4.1  Gugus konsonan nasal /m/
Posisi awal
Posisi tengah
Posisi akhir
Mpak ‘patah’
?
-
Mpuk ‘berbintik – bintik’
?
-
Mbah ‘nenek’
?
-
Mbok ‘kakak wanita’
?
-


2.1.4.2  Gugus konsonan nasal /n/
Posisi awal
Posisi tengah
Posisi akhir
Ntik (tunas)
?
-
Ntuk (hambat,halang)
?
-
Ndih (nyala)
?
-
Ndah (kembang)
?
-


2.1.4.3  Gugusan konsonan nasal /ny/
Posisi awal
Posisi tengah
Posisi akhir
Ncik (pecah kecil)
?
-
Nceh (kencing)
?
-
Ncak (pecah agak besar)
?
-
Njek (injak)
?
-
Njuh (sodor)
?
-




2.1.4.4  Gugus konsonan nasal /ng/
Posisi awal
Posisi tengah
Posisi akhir
Ngkah (nafas mulut)
?
-
Nggih (ia)
?
-


            Gugus fonem konsonan nasal ini sementara ada yang menganggap kurang dapat dibenarkan karena kata – kata seperti yang dicontohkan kurang tepat. Orang yang beranggapan seperti itu berpandangan bahwa kata – kata itu sesungguhnya senantiasa ada fonem /ѐ/ di depan kata tersebut. Hal ini di buktikan dengan proses morfologis kata itu yang bisa menjadi Empakanga’ dipatahkan dan bukan menjadi mpakanga tanpa diawali fonem /ѐ/
Disini terdapat alasan lain. Kata-kata itu tetap dianggap sebagai morfem asal tanpa ada fonem fokal /ѐ/ didepan kata tersebut. Kehadiran fonem /ѐ/ dalam proses morfologis kata tersebut dianggap sebagai gejala morfologis yang sekaligus mendapat gejala protesis, yaitu suatu gejala  penambahan suatu fonem didepan kata tersebut. Alasan yang kedua, dengan berpegang pada data primer bahasa lisan, tidak ada orang  yang mengucapkan kata-kata seperti itu dengan tambahan fonem /ѐ/ di depan kata kalau kita itu belum mengalami proses morfemis. Contoh
# Carang kayune ento mpak ‘Cabang pohon itu patah’
# bukan # carang kayune ento empak ‘ cabang pohon itu patah.
Bila alasan ini yang benar, maka bahasa Bali tentu harus dianggap memiliki gugus fonem konsonan nasal yang homorgan. Namun, bila bertolak dari teori atau pendapat didepan, tentu bahasa bali dianggap tidak memiliki gugus fonem konsonan nasal yang homorgan. Uraian selanjutnya bertolak dari anggapan bahasa bali memiliki fonem konsonan nasal sehingga pembicaraan dapat dilanjutkan dengan masalah yang berkaitan dengan itu, yaitu distribusinya pada tengah kata. Kalo bahasa bali dianggap tidak mempunyai gugus konsonan nasal homorgan, tentu pembicaraan distribusi ini pun tidak perlu lagi.
            Distribusi tengah fonem konsonan nasal diberi tanda /?/ karena memang ada 2 kemungkinan, tergantung dari sudut pandangan yang dipakai. Kalau ditinjau dari sudut pengucapan kata lebih berat u ntuk menganggap kata – kata yang di contohkan ini dipisahkan sebagai berikut:
-          Sampat ‘sapu’ dipisahkan sukunya : sa-mpat
-          Tembok ‘tembok’ dipisahkan sukunya : te-mbok
-          Tumben ‘tumben’ pertama kali dipisahkan sukunya: tu-mben.
Alasannya, pengucapan fonem /e,u/ kalau ada /i/ akan tetap seperti dalam keadaan suku terbuka yang diikuti oleh suku tertutup, seperti distribusi alofon yang telah dibicarakan didepan. Namun, ditinjau dari segi lain, yaitu dari segi Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang telah disesuaikan dengan penulisan bahasa – bahasa daerah Jawa, Bali, dan Sunda, terutama yang menyangkut pemisahan suku maka ternyata hasilnya akan lain. Dalam buku Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan di kaidahkan bila di tengah kata terdapat dua buah konsonan yang berurutan, pemisahan itu dilakukan atau terjadi di tengah atau diantara kedua fonem konsonan itu. Berdasarkan patokan itu penulisan dan pemisahan kata-kata seperti dicontohkan di atas harus sebagai berikut.
-          Sam-pat ‘sapu’
-          Tem-bok ‘tembok’
-          Tum-ben ‘tumben,pertama kali’
Oleh karena EYD memuat kaidah – kaidah yang baku dan bahasa bali telah melakukan penyesuain terhadapnya, tentu saja distribusi gugus fonem gugusa fonem konsonan nasal wajib dianggap tidak ada posisi tengah seperti juga pada posisi yang terakhir. Atas dasar itulah, penandaan pada distribusi tengah sementara di beri tanda /?/, walaupun akhirnya tanda itu harus di baca tidak ada. Dengan tanda tanya itu dimaksudkan bahwa ada sesuatu yang mestinya ditanyakan karena sesuatu dasar pertimbangan tertentu.
2.1.5. Gugus Konsonan /w/
            Gugus konsonan  sejalan dengan  gugus konsonan /y/ hal itu dapat dipahami karena konsonan ini termasuk dalam satu cara pengucapan, yaitu konsonan semi vocal. Kalau gugus konsonan / y/ hanya dapat bergugus dengan konsonan letupan, konsonan /w/  pun hanya dapat bergugus dengan konsonan letupan, yaitu / pw,bw,tw,dw,kw,gw/. Distribusinya dapat diketahui dari contoh berikut;
Posisi awal
posisi tengah
Pwara ‘sebab’
-
Bwa ‘kabur,samar’
tabwan ‘tawon’
Twi ‘sungguh’
 tattwa ‘filsafat’
Dwi ‘dua’
dadwa ‘dua’
Gwa ‘gua’
-
Kwali ‘kuali, penggorengan
kekwa ‘kura-kura’
                                                                                                                             Data ini menunjukan bahwa tidak semua gugus konsonan /w/ ini memiliki distribusi tengah.
Contoh diatas membuktikan hanya gugus konsonan /tw, dw, kw,/ yang bisa berposisi di tengah,sedangkan yang lain belum ditemukan contohnya.
Uraian tentang gugus konsonan dapat dirumuskan dalam rangkuman berikut
a)      Gugus konsonan bahasa bali ada 5 macam jumblahnya,yaitu gugus konsonan berfonem /l,r,y nasal ,w/
b)      Gugus konsonan yang paling banyak di temukan adalah gugus konsonan berfonem /l,r/ keduanya memiliki keterbatasan ruang lingkup yang sama.Sama-sama tidak bisa bergugus dengan konsonan/y,r,l,w,h/, tetapi bisa bergugus dengan konsonan lainnya.Dengan demikian ruang cakupan kedua gugus konsonan tersebut paling luas dibandingkan dengan ketiga gugus konsonan lainnya, yaitu/y, nasal,w/.
c)      Gugus konsonan berfonem / I,t,y/ adalah tiga gugus konsonan yang memiliki distribusi awal dan tengah, sedangkan dua gugus konsonan lagi yaitu / nasal/ dan/w/ tidak memiliki distribusi tengah, kecuali /tw,dw,kw/.
d)     Gugus konsonan berfonem /y,w, mempunyai kemiripin prilaku, yaitu sama – sama dapat bergugus dengan konsonan letupan/b,p,d,t,g,k/. kedua konsonan itu juga mempunyai cirri yang mirip yaitu sama- sama merupakan konsonan semi vocal.
e)      Kelima gugus konsonan tersebut sama-sama tidak memiliki distribusi akhir. Hal itu berarti bahwa bahasa bali tidak mengenal gugus konsonan pada akhir kata. Kelima gugus konsonan juga mempunyai distribusi awal, sedangkan distribusi tengah hanya/l,r,y/.
f)       Khusus gugus konsonan berfonem semi vocal /y,w/ kurang sejelas ciri gugus konsonan yang lain karena kedua ciri konsonan /y,w/ ini memmang bisa berfungsi sebagai bunyi pelancar. Oleh karena itu, bila diucapkan agak pelan, akan kedengaran tidak seperti gugus fonem.













BAB III
3.1  Simpulan
Gugus konsonan (cluster) adalah dua atau lebih rangkaian konsonan yang terdapat pada satu suku kata. Gugus konsonan adalah kumpulan dari dua konsonan dalam Hanacaraka yang akan membentuk suatu suku kata.
Adapun contoh contoh fonem konsonan
Gugus Konsonan / l /
Gugus Konsona / r /
Gugus Konsonan / y /
      Gugus konsonan nasal yang sealat (homogran)
      Gugus Konsonan /w/




















Daftar Pustaka
Anom Ketut I Gusti DKK. Tata Bahasa Bali. 1993.Pt Usada Sastra.Denpasar.
 DKK. Tata Bahasa Baku Bahasa Bali.1996. Balai Penelitian Bahasa. Denpasar.

No comments:

Post a Comment