BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fonologi adalah ilmu
tentang perbendaharaan fonem sebuah bahasa dan distribusinya. Fonologi berbeda
dengan fonetik. Fonetik mempelajari bunyi-bunyi fonem sebuah bahasa
direalisasikan atau dilafazkan. Fonetik juga mempelajari cara kerja organ tubuh
manusia, terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahasa (Adi. 2009.
”Fonologi Bahasa Indonesia”) . Berdasarkan sifat kajiannya, fonologi terbagi
lagi menjadi fonetik dan fonemik. Keduanya menggunakan bunyi sebagai objek
penelitiannya. Perbedaan dari fonetik dan fonemik adalah bidang linguistik yang
mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai
fungsi sebagai pembeda makna atau tidak sedangkan fonemik adalah bunyi bahasa
yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Berdasarkan sifat kajian
tersebut, fonetik menyebut bunyi bahasa dengan fonem sedangkan fonemik menyebut
bunyi bahasa sebagai fonem (Chaer, 2008:103-125). Fonotaktik adalah bidang
fonologi atau fonemik yang mengatur tentang penjejeran fonem dalam kata.
Contohnya, kata /pertandingan/ memiliki 12 fonem.
Jejeran fonem dari kata
tersebut adalah /p,e,r,t,a,n,d,i,n,g,a,n/. Fonotaktik antara bahasa yang satu
dengan bahasa yang lain memiliki kekhasan, misalnya bahasa Indonesia dan bahasa
Inggris, bahasa Indonesia pada mulanya tidak memiliki gugus konsonan /str-/
sedangkan bahasa Inggris memiliki gugus konsonan /str-/, karena fonotaktik
memiliki perkembangan gugus konsonan /str-/ yang pada umumnya tidak terdapat
dalam bahasa Indonesia, karena kontak antara bahasa yang terus-menerus
memungkinkan gugus konsonan /str-/ ini ada dalam bahasa Indonesia. Lebih lanjut
dalam kajian fonemik, penelitian terhadap fonem yang saling berangkaian
sehingga membentuk suatu kata dan disetujui oleh penutur bahasa. Pembentukan
rangkaian fonem tersebut harus dengan kaidah atau aturan tertentu yang disebut
sebagai suatu kaidah yang didasarkan atas perjanjian para pemakai bahasa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas kami dapat mengambil beberapa rumusan masalah yakni sebagai
berikut
·
Bagaimanakah pengertian gugus konsonan
berserta pembagian gugus konsonan?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
PENGERTIAN GUGUS KONSONAN
Gugus konsonan (cluster) adalah dua atau lebih
rangkaian konsonan yang terdapat pada satu suku kata. Gugus konsonan adalah
kumpulan dari dua konsonan dalam Hanacaraka yang akan membentuk suatu suku
kata. Jadi, /pr/ pada kata "proses" atau "protes"
adalah gugus konsonan. Karena setelah diuraikan atas suku-suku katanya, maka proses
menjadi pro-ses, dan protes menjadi pro-tes, serta /pr/ tetap melekat pada masing-masing suku kata pertama kata-kata tersebut. Batasan
ini memberi ruang lingkup bahwa bila kelompok konsonan itu berada dalam satuan
suku kata yang lain, maka kelompok konsonan yang semacam itu tidak disebut
sebagai gugus konsonan. Perhatikan urutan konsonan pada kata kulkul
(kentongan), tektek ( cincang), yang secara sepintas kelihatan terkumpul
konsonan /lk/ pada kata kulkul, dan /kt/ pada kata tektek, bukanlah
gugus konsonan sebab analisis suku- suku kata tersebut adalah kul-kul, dan
tek-tek.
Berdasarkan konsep dan ruang lingkup
di atas, dibawah ini ditunjukan beberapa contoh gugus konsonan yang terdapat
dalam bahasa Bali.
2.1.1
Gugus
Konsonan / l /
Konsonan apikoalveolar- sampingan ini dapat bergugus
dengan fonem konsonan apa saja, selain konsonan
sengau dan / y,r,l,w,h /. Distribusinya hanya terdapat pada awal dan
tengah kata.
Posisi awal
|
Posisi tengah
|
Posisi akhir
|
Plekor ( peluk )
|
Keplug ( bunyi
ledakan)
|
-
|
Blengih ( mudah
menangis )
|
Geblag ( bunyi
bantingan )
|
-
|
Kledu ( kalajengking
)
|
Potlot ( pensil )
|
-
|
Dlundung ( sejenis
pohon dedap )
|
Kedle ( kedelai )
|
-
|
Slegui ( seleguri )
|
-
|
-
|
Cluluk ( Nama Topeng
)
|
Kanclung ( Terlepas )
|
-
|
Jlinjingan ( Parit )
|
-
|
-
|
Klungah ( Kelapa Muda
yang belum berisit )
|
Sukla ( suci )
|
-
|
Glu ( Terkejut )
|
Geglaran ( bekal,
bentuk)
|
-
|
2.1.2
Gugus
Konsona / r /
Fonem konsonan ini dapat bergugus dengan kebanyakan
fonem konsonan, selain konsonan nasal dan / y,r,l,w,h/. dengan demikian, fonem
konsonan ini mempunyai pasangan yang sama dengan fonem konsonan / l / yang
telah dibicarakan diatas. Distribusinya juga sama, dapat diawal dan di tengah,
tetapi tidak ada di akhir.
Posisi Awal
|
Posisi Tengah
|
Posisi Akhir
|
Pripit ( kikir )
|
Kapri ( nama kacang )
|
-
|
Brag ( kurus )
|
Abra (bagus dan
pantas)
|
-
|
Truna ( Perjaka )
|
Mantra ( mantra )
|
-
|
Drsta ( kuna )
|
Modre ( nama huruf )
|
-
|
Sra ( terasi )
|
Asri ( bagus )
|
-
|
Crongcong ( selubung
)
|
Kuncru ( layu )
|
-
|
Jring ( kejur )
|
Bajra ( genta )
|
-
|
Kruna ( kata )
|
Sukra ( jumat )
|
-
|
Griya (rumah
brahmana)
|
Lugra ( ampun )
|
-
|
2.1.3
Gugus
Konsonan / y /
Gugus
Konsonan ini terwujud dalam bentuk / by,py,dy,ky/ dan tidak begitu banyaik
didapatkan. Fonem / y / hanya bias bergugus dengan konsona letupan, baik lembut
maupun tajam. Distribusinya juga tidak selengkap gugus konsonan butir a dan b
diatas. Perhatikan contoh berikut :
Posisi
Awal
|
Posisi
Tengah
|
Posisis
Akhir
|
Byah-byah
(sejenis tumbuhan air)
|
Kebyah-kebyah
(bersinar-sinar)
|
-
|
Pyuh
(lilit)
|
Krempyang
(bunyi pecah belah jatuh)
|
-
|
Dyah
(nama depan)
|
Madya
(tengah)
|
-
|
Kryak-kryak
(bunyi anak ayam)
|
Kakya
(ikan hiu)
|
|
Tyang
(saya)
|
Satya
(setya)
|
|
2.1.4
Gugus konsonan nasal yang sealat (homogran)
Penyebutan
gugus konsonan nasal ini agak berbeda dengan penyebutan gugus konsonan di atas.
Penyebutan gugus konsonan di atas didasarkan pada konsonan yang bisa dilekati oleh konsonan bm,
seperti gugus konsonan /l/. Disebut demikian karena konsonan /l/ mampu bergugus
dengan konsonan lain dalam satuan suku kata. Demikian pula gugus konsonan
/r/ mampu membentuk gugus dengan
konsonan lain. Dalam gugus itu umumnya konsonan yang dijadikan dasar penamaan
terletak di belakang atau sebagai unsure konsonan yang kedua, umpamanya gugus
konsonan /kl.gl,tl,pl/. khusus untuk
penamaan gugus konsonan nasal yang homogran ini, ternyata konsonan nasalnya
terletak di depan sebagai unsure gugus yang pertama, sedangkan konsonan lain
yang diajak bergugus terletak di belakangnya. Oleh karena susunannya yang
demikian itulah dikatakan bahwa penyebutan gugus konsonan nasal itu agak berbeda
dengan gugus konsonan yang sebelumnya.
Fonem
konsonan nasal meliputi fonem konsonan /m,n, ny, ng/. setiap konsonan itu
memiliki pasangan konsonan yang sealat daerah artikulasi. Umpamanya, fonem
konsonan /m/ sedaerah artikulasi dengan fonem konsonan /b, p/, yaitu sama-sama
fonem konsonan bilabial. Demikian pula fonem konsonan /n/, sedaerah artikulasi
dengan / d, t /, sama – sama apikoalveolar yang berdekatan dengan apikopalatal
sehingga konsonan nasal /n/ itumudah membentuk satu gugus. Demikian pula halnya
dengan konsonan nasal /ny,ng/ akan bergugus dengan konsonan yang sedaerah
artikulasi.Kata – kata dibawah ini member gambaran yang lebih jelas tentang
uraian di atas.
2.1.4.1
Gugus
konsonan nasal /m/
Posisi awal
|
Posisi tengah
|
Posisi akhir
|
Mpak ‘patah’
|
?
|
-
|
Mpuk ‘berbintik –
bintik’
|
?
|
-
|
Mbah ‘nenek’
|
?
|
-
|
Mbok ‘kakak wanita’
|
?
|
-
|
2.1.4.2
Gugus
konsonan nasal /n/
Posisi awal
|
Posisi tengah
|
Posisi akhir
|
Ntik (tunas)
|
?
|
-
|
Ntuk (hambat,halang)
|
?
|
-
|
Ndih (nyala)
|
?
|
-
|
Ndah (kembang)
|
?
|
-
|
2.1.4.3
Gugusan
konsonan nasal /ny/
Posisi awal
|
Posisi tengah
|
Posisi akhir
|
Ncik (pecah kecil)
|
?
|
-
|
Nceh (kencing)
|
?
|
-
|
Ncak (pecah agak
besar)
|
?
|
-
|
Njek (injak)
|
?
|
-
|
Njuh (sodor)
|
?
|
-
|
2.1.4.4
Gugus
konsonan nasal /ng/
Posisi awal
|
Posisi tengah
|
Posisi akhir
|
Ngkah (nafas mulut)
|
?
|
-
|
Nggih (ia)
|
?
|
-
|
Gugus
fonem konsonan nasal ini sementara ada yang menganggap kurang dapat dibenarkan
karena kata – kata seperti yang dicontohkan kurang tepat. Orang yang
beranggapan seperti itu berpandangan bahwa kata – kata itu sesungguhnya
senantiasa ada fonem /ѐ/ di depan kata
tersebut. Hal ini di buktikan dengan proses morfologis kata itu yang bisa
menjadi Empakanga’ dipatahkan dan bukan menjadi mpakanga tanpa diawali fonem /ѐ/
Disini terdapat
alasan lain. Kata-kata itu tetap dianggap sebagai morfem asal tanpa ada fonem
fokal /ѐ/ didepan kata tersebut. Kehadiran fonem
/ѐ/ dalam proses morfologis kata tersebut
dianggap sebagai gejala morfologis yang sekaligus mendapat gejala protesis, yaitu suatu gejala penambahan suatu fonem didepan kata tersebut.
Alasan yang kedua, dengan berpegang pada data primer bahasa lisan, tidak ada
orang yang mengucapkan kata-kata seperti
itu dengan tambahan fonem /ѐ/ di depan kata
kalau kita itu belum mengalami proses morfemis. Contoh
# Carang kayune ento mpak ‘Cabang
pohon itu patah’
# bukan # carang kayune ento empak
‘ cabang pohon itu patah.
Bila alasan ini yang benar, maka
bahasa Bali tentu harus dianggap memiliki gugus fonem konsonan nasal yang
homorgan. Namun, bila bertolak dari teori atau pendapat didepan, tentu bahasa
bali dianggap tidak memiliki gugus fonem konsonan nasal yang homorgan. Uraian
selanjutnya bertolak dari anggapan bahasa bali memiliki fonem konsonan nasal
sehingga pembicaraan dapat dilanjutkan dengan masalah yang berkaitan dengan
itu, yaitu distribusinya pada tengah kata. Kalo bahasa bali dianggap tidak
mempunyai gugus konsonan nasal homorgan, tentu pembicaraan distribusi ini pun
tidak perlu lagi.
Distribusi
tengah fonem konsonan nasal diberi tanda /?/ karena memang ada 2 kemungkinan,
tergantung dari sudut pandangan yang dipakai. Kalau ditinjau dari sudut
pengucapan kata lebih berat u ntuk menganggap kata – kata yang di contohkan ini
dipisahkan sebagai berikut:
-
Sampat ‘sapu’ dipisahkan sukunya :
sa-mpat
-
Tembok ‘tembok’ dipisahkan sukunya :
te-mbok
-
Tumben ‘tumben’ pertama kali dipisahkan
sukunya: tu-mben.
Alasannya,
pengucapan fonem /e,u/ kalau ada /i/ akan tetap seperti dalam keadaan suku
terbuka yang diikuti oleh suku tertutup, seperti distribusi alofon yang telah
dibicarakan didepan. Namun, ditinjau dari segi lain, yaitu dari segi Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang telah disesuaikan dengan penulisan
bahasa – bahasa daerah Jawa, Bali, dan Sunda, terutama yang menyangkut
pemisahan suku maka ternyata hasilnya akan lain. Dalam buku Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan di kaidahkan
bila di tengah kata terdapat dua buah konsonan yang berurutan, pemisahan itu
dilakukan atau terjadi di tengah atau diantara kedua fonem konsonan itu.
Berdasarkan patokan itu penulisan dan pemisahan kata-kata seperti dicontohkan
di atas harus sebagai berikut.
-
Sam-pat ‘sapu’
-
Tem-bok ‘tembok’
-
Tum-ben ‘tumben,pertama kali’
Oleh karena EYD
memuat kaidah – kaidah yang baku dan bahasa bali telah melakukan penyesuain
terhadapnya, tentu saja distribusi gugus fonem gugusa fonem konsonan nasal
wajib dianggap tidak ada posisi tengah seperti juga pada posisi yang terakhir.
Atas dasar itulah, penandaan pada distribusi tengah sementara di beri tanda
/?/, walaupun akhirnya tanda itu harus di baca tidak ada. Dengan tanda tanya
itu dimaksudkan bahwa ada sesuatu yang mestinya ditanyakan karena sesuatu dasar
pertimbangan tertentu.
2.1.5. Gugus Konsonan /w/
Gugus konsonan sejalan dengan gugus konsonan /y/ hal itu dapat dipahami
karena konsonan ini termasuk dalam satu cara pengucapan, yaitu konsonan semi
vocal. Kalau gugus konsonan / y/ hanya dapat bergugus dengan konsonan letupan,
konsonan /w/ pun hanya dapat bergugus
dengan konsonan letupan, yaitu / pw,bw,tw,dw,kw,gw/. Distribusinya dapat
diketahui dari contoh berikut;
Posisi
awal
|
posisi
tengah
|
Pwara
‘sebab’
|
-
|
Bwa
‘kabur,samar’
|
tabwan
‘tawon’
|
Twi
‘sungguh’
|
tattwa ‘filsafat’
|
Dwi
‘dua’
|
dadwa
‘dua’
|
Gwa
‘gua’
|
-
|
Kwali ‘kuali, penggorengan
|
kekwa
‘kura-kura’
|
Data ini menunjukan bahwa tidak semua
gugus konsonan /w/ ini memiliki distribusi tengah.
Contoh
diatas membuktikan hanya gugus konsonan /tw, dw, kw,/ yang bisa berposisi di
tengah,sedangkan yang lain belum ditemukan contohnya.
Uraian
tentang gugus konsonan dapat dirumuskan dalam rangkuman berikut
a) Gugus
konsonan bahasa bali ada 5 macam jumblahnya,yaitu gugus konsonan berfonem
/l,r,y nasal ,w/
b) Gugus
konsonan yang paling banyak di temukan adalah gugus konsonan berfonem /l,r/
keduanya memiliki keterbatasan ruang lingkup yang sama.Sama-sama tidak bisa
bergugus dengan konsonan/y,r,l,w,h/, tetapi bisa bergugus dengan konsonan
lainnya.Dengan demikian ruang cakupan kedua gugus konsonan tersebut paling luas
dibandingkan dengan ketiga gugus konsonan lainnya, yaitu/y, nasal,w/.
c) Gugus
konsonan berfonem / I,t,y/ adalah tiga gugus konsonan yang memiliki distribusi
awal dan tengah, sedangkan dua gugus konsonan lagi yaitu / nasal/ dan/w/ tidak
memiliki distribusi tengah, kecuali /tw,dw,kw/.
d) Gugus
konsonan berfonem /y,w, mempunyai kemiripin prilaku, yaitu sama – sama dapat
bergugus dengan konsonan letupan/b,p,d,t,g,k/. kedua konsonan itu juga
mempunyai cirri yang mirip yaitu sama- sama merupakan konsonan semi vocal.
e) Kelima
gugus konsonan tersebut sama-sama tidak memiliki distribusi akhir. Hal itu
berarti bahwa bahasa bali tidak mengenal gugus konsonan pada akhir kata. Kelima
gugus konsonan juga mempunyai distribusi awal, sedangkan distribusi tengah
hanya/l,r,y/.
f) Khusus
gugus konsonan berfonem semi vocal /y,w/ kurang sejelas ciri gugus konsonan
yang lain karena kedua ciri konsonan /y,w/ ini memmang bisa berfungsi sebagai
bunyi pelancar. Oleh karena itu, bila diucapkan agak pelan, akan kedengaran
tidak seperti gugus fonem.
BAB
III
3.1 Simpulan
Gugus konsonan (cluster)
adalah dua atau lebih rangkaian konsonan yang terdapat pada satu suku kata.
Gugus konsonan adalah kumpulan dari dua konsonan dalam Hanacaraka yang akan
membentuk suatu suku kata.
Adapun contoh contoh
fonem konsonan
Gugus
Konsonan / l /
Gugus
Konsona / r /
Gugus Konsonan / y /
Gugus konsonan nasal yang sealat
(homogran)
Gugus Konsonan /w/
Daftar
Pustaka
Anom
Ketut I Gusti DKK. Tata Bahasa Bali. 1993.Pt Usada
Sastra.Denpasar.
DKK. Tata Bahasa Baku Bahasa Bali.1996. Balai
Penelitian Bahasa. Denpasar.
No comments:
Post a Comment