Wednesday, April 3, 2013

taukah anda tentang teori pendidikan behavioristik?


                         
2.1 Teori Belajar Beheviouristik
Teori belajar behaviouristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal dengan aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar
Teori behavioristik dengan model hubungan stimukus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku yang semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan aibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:3). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon,oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement).Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi : (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984)
Tokoh-tokoh aliran behavioristik diantaranya adalah Thorndike, Watson. Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran. Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variable atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkaty kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsure-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dan kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.

2.2  Teori Belajar Konstruktivisme
Pembentukan pengetahuan menurut model konstruktivisme memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dfalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian relitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organism yang sedang berubah, proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi (Piaget, 1986:60). Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran siswalah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya guru atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu  dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa (Suparno, 1997:81).
Belajar lebih diarahkan pada experiental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sejawat, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada si pebelajar. Belajar seperti ini selain berkenaan dengan hasil (outcome) juga memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu. Pengetahuan yang ditranformasikan diciptakan dan dirumuskan kembali (created and recreated), bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Bentuknya bisa objektif maupun subjektif, berorientasi pada penggunaan fungsi konvergen dan divergen otak manusia (Semiawan, 2001:6).
Pengetahuan dalam pengertian konstruktivisme tidak dibatasi pada pengetahuan yang logis dan tinggi. Pengetahuan disini juga dapat mengacuu pada pembentukan gagasan, gambaran, pandangan akan sesuatu atau gejala sederhana. Dalam konstruktivisme, pengalaman dan lingkungan kadang punya arti lain dengan arti sehari-hari. Pengalaman tidak harus selalu pengalaman fisis seseorang seperti melihat, merasakan dengan inderanya, tetapi dapat pula pengalaman mental yaitu berinteraksi secara pikiran dengan suatu obyek (Suparno, 1997:80). Dalam konstruktivisme kita sendiri yang aktif dalam mengembangkan pengetahuan.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivisme, yaitu (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman (Pranata,.) Hakikat pembelajaran konstruktivisme oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objektive, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Fornot mengemukakan aspek-aspek konstruktivisme sebagai berikut : adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of environment), dan pembentukan makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut oleh J. Peaget bermakna yaitu adaptasi terhadap lingkungan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian schemata melainkan perkembangan schemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan schemata yang telah dipunyai.Pengalaman yang baru itu bisa jadi skema sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berbeda dengan tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotskian disebutkan sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti memberikan kepada seseorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permaslaahan, yaitu (1) siswa mencapai keberhasilan yang baik, (2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, (3) siswa gagal meraih keberhasilan. Scaffolding,berarti upaya pembelajar untuk membimbimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jennjang yang lebih tinggi menjadi optimum. Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan melalui adaptasi intelektual dalam konteks sosial budaya. Proses penyesuaian ini equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis Vygotskian lebih menekankan pada penerapan teknik saling tutur gagasan antar individual. Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah : (1) mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi sosial yang dimulai proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan, (2) zona of proximal development.
Pembelajaran sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan kompetensi. Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran sosiokultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internak dan eksternal dari pembelajaran dam penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka. Zona of proximal development adalah daerah antar tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa ata teman sebaya yang lebih mampu.
Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara sosial dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antar pribadi. Dalam hal ini pebelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu lain.Pembelajaran yang sifatnya kooperatif (cooperative learning) ini muncul ketika siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan oleh siswa. Pengelolaan kelas menurut cooperative learning bertujuan untuk membantu siswa untuk mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengan siswa yang lain. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas yaitu : pengelompokkan, semangat kooperatif dan penataan kelas.

2.3  Teori Belajar Humanistik
Menurut teori humanistic, tujuan belajar adalah memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistic melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
1.      Proses pemerolehan informasi baru,
2.      Personalia informasi ini pada individu.
Tokoh penting dalam teori belajar humanistic secara teoritik antara lain adalah : Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers.
a.        Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu.Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa da merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah bersepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.

b.        Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsibahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1)   Suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2)   Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis.
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju kea rah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu jga ia dapat menerima diri sendiri (self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak diatasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

c.         Carl Rogers
Carl Roger lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempatdari enam bersaudara.Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk mencegah kkerasan pada anak.
Gelar professor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulias buku pertamanya. Counseling and Psychoterapy dan secara bertahap mengembangkan konsep Client-Centered Therapy.
Rogers membedakan dua tipe belajar yaitu :
1.      Kognitif (kebermaknaan)
2.      Experiential (pengalaman atau signifikansi)
Guru menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti mempelajari mesin dengan tujuan untuk memperbaiki mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu :
1.         Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2.         Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bahan yang bermakna bagi siswa.
3.         Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4.         Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom To Learn,ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :
a.         Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b.         Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c.         Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d.        Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e.         Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f.          Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g.         Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h.         Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i.           Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengkritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j.           Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Pembelajaran berdasarlan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.

2.4    Teori Belajar Kecerdasan Ganda
Kecerdasan merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap insan. Anugerah ini mampu menggerakkan seluruh sendi kehidupan di dunia dan keberhasilan yang dirasakan selama ini. Istilah kecerdasan  sering dikaitkan dengan kemampuan seseorang untuk bertindak, bekerja, menghitung matematis, mengukur, membaca cepat, berbahasa asing dengan lancar, memecahkan masalah, bekerjasama, sabar, pintar, IQ di atas rata-rata, pengambilan keputusan dan mengerjakan banyak hal sekaligus. Dari semua pengertian yang ada,para ahli sepakat bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan paling tidak mengandung dua aspek pokok yaitu ; kemampuan belajar dari pengalaman dan beradaptasi terhadap lingkungan. Kecerdasan merupakan potensi yang dimiliki seseorang yang dapat diaktifkan melalui proses belajar, interaksi dengan keluarga, guru, teman dan nilai-nilai budaya yang berkembang. Gardner (1983) dalam bukunya Frames of Mind, mengembangkan model kecerdasan selama lebih dari dua puluh tahun dengan menjelajahi berbagai disiplin ilmu, seperti neobiologi, antropologi, psikologi, filsafat dan sejarah. Tipe kecerdasan ganda dikembangkan berdasarkan hasil penelitian para pakar, salah satunya Jean Peaget. Gardner akhirnya sampai pada suatu kesimpulan bahwa kecerdasan bukanlah sesuatu yang bersifat tetap, dan bukanlah unit kepemilikan tunggal. Kecerdasan merupakan serangkaian kemampuan dan keterampilan yang dapat dikembangkan. Kecerdasan ada pada setiap manusia tetapi dengan tingkat yang berbeda-beda.
Gardner (1983) berhasil mengidentifikasi tujuh macam kecerdasan, yang kemudian dikenal sebagai kecerdasan ganda (Multiple Intelligence) atau biasa disingkat dengan MI. Ketujuh jenis kecerdasan tersebutadalah musical/rhythmic intelligence bodily/kinesthetic intelligence, logical/mathematical intelligence, visual/spatial intelligence, verbal/linguistic intelligence, interpersonal intelligencer dan interpersonal intelligence (dalam perkembangannyua ditambah satu jenis kecerdasan sehingga menjadi delapan yakni naturalistic intelligence)
1.    Kecerdasan musical
Gardner menyebut kecerdasan musical ini dengan istilah musical/rhythmic intelligence. Kecerdasan musical (KM) adalah kemampuan untuk menghasilkan dan mengapresiasi musik.
2.    Kecerdasan Kinesthetic
Jenis kecerdasan ini berkaitan dengan pengendalian gerakan badan. Pengendalian gerakan badan ini terletak di korteks motoris dengan setiap belahan otak mendominasi atau mengendalikan gerakan badan di sisi yang berlawanan (Gardner, 1983).
3.    Kecerdasan logical/mathematical.
Bentuk kecerdasan ini telah banyak diteliti oleh para ahli.
4.    Kecerdasan verbal/linguistik
Kemampuan berkaitan dengan bahasa dengan menggunakan kata secara efektif, baik lisan (bercerita, berpidato, orator atau politisi) dan tertulis (seperti, wartawan, sastrawan, editor dan penulis).
6.    Kecerdasan interpersonal
Kemampuan mempersepsikan dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ekspresi wajah, suara, gerak – isyarat.
7.  Kecerdasan intrapersonal
Kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri secara akurat mencakup kekuatan dan keterbatasan.
8.    Kecerdasan naturalistik
Konsep MI merupakan kritik terhadap Psychometric yang biasa digunakan untuk mengukur kecerdasan manusia yang hanya bertumpu pada kekuatan otak kiri manusia.








No comments:

Post a Comment