Arti Penting Doa Potong Ternak
Yajna berasal dari kata “Yaj” artinya “korban”. Dalam hal ini korban yang dimaksud adalah
korban yang berdasarkan pengabdian dan
cinta kasih sebab pelaksanaan Yajna bagi
umat Hindu adalah contoh perbuatan. Ida
Sang Hyang Widhi Wasa yang telah menciptakan manusia dan alam semesta ini
dengan yajna, Mas Putra, (2000 : 4).
Yajña
sebagai suatu persembahan kepada Hyang Maha Kuasa , pada bagian-bagian
pelaksanaan yajña tertentu pada
dasarnya didalamnya terdapat tujuan
sebagai pembersihan atau penyucian. Kesucian merupakan landasan yang
amat penting dan harus ditegakkan dalam pelaksanaan suatu yajña atau ajaran agama.
Karena dengan adanya unsur kesucian itu maka akan memberikan kualitas spiritual
yang lebih tinggi pada upacara yajña
tersebut beserta manusia yang melakukannya.
Dalam
upacara agama terdapat lima unsur penyucian, yaitu:
1. Mantra
yaitu doa-doa yang harus diucapkan oleh para pendeta, pinandita serta umat yang
melakukan pemujaan.
2. Yantra yaitu segala peralatan , perlengkapan
dan simbul-simbul keagamaan yang
diyakini mempunyai kekuatan spiritual untuk meningkatkan kesucian.
3. Tantra
yaitu kekuatan suci dalaam diri yang dibangkitkan dengan cara-cara spiritual
seperti tapa, brata, yoga dan Samadhi.
4. Yajña
yaitu pengabdian atas dasar kesadaran yang tulus iklas untuk dipersembahkan.
Ketulusan ini yang dapat memberikan dan meningkatkan kesucian.
5. Yoga
yaitu pengendalian pikiran, nafsu dan indria daalam usah menghubungkan diri
denganTuhan (Sanjaya, 2010 : 7)
Dalam pelaksanan
yajña harus ada lima suara (panca Gita). Kelima suara itu adalah
suara Mantra (weda), kidung suci (dharma Gita), musik, bajra dan
kentongan. Jadi dapat disimpulkan mantra memegang peranan penting dalam
melakukan suatu yajña, karena mantra atau doa memilki unsur penyucian seperti
yang disebutkan diatas. Karena mantra memiliki peranan penting maka didalam
melakukan suatu pengorbanan suci berupa binatang, sebelum memotongnya pelu juga
memberikan mantra atau doa. Adapun mantra yang digunakan pada saat memotong
binatang adalah:
“Om pasu pasaya wimahe
Sirasce daya dimahe
Tano jiwah pracodayat
Om Saantih, santih, santih, Om”
Terjemahannya ;
Oh Hyang Widhi
ternak ini hamba ikat dan hamba potong
lehernya untuk hamba persembahkan dengan pikiran suci, semoga jiwa/rohnya mendapat supat (peningkatan),
semoga damai, damai, damai selalu.
Didalam mantra tersebut terdapat
kata supat, dalam beberapa
lontar seperti Widi-sastra, Yama-tatwa, Lebur-gangsa, banyak dikisahkan tentang panyupatan dimana disebutkan bahwa salah satu yang
menjadi bhuta kala, peri, jin, setan, dan lain-lain, yang sejenis dengan itu
adalah dewa-dewa atau roh-roh yang terkutuk karena dosa-dosanya/kesalahannya,
serta diturunkan ke dunia untuk mencari “penyupatan”.
Sebagai contoh misalnya adalah terkutuknya Dewi Uma menjadi Durga Dewi,
kemudian “disupat” oleh Sahadewa
(dalam cerita Sudamala); terkutuknya roh Prabu Nahusa menjadi seekor naga yang
berbisa, kemudian “disupat” oleh Sang
Bima dan Prabu Yudistira (dalam cerita Wana-Purwa) dan lain-lainnya.
Sesuai
dengan makna yang terkandung dalam mantra tersebut terdapat kata ”supat”
demikian juga dalam lontar-lontar yang disebutkan diatas. Kata supat jika mendapat awalam pe dan akhiran an menjadi penyupatan. Yang dimaksud
dengan “penyupatan” dalam hal ini
adalah untuk mengmbalikan mereka ke tempat/kepada asalnya dan memberi peningkatan
yang lebih suci dan
lebih sempurna kepadanya. Sehingga jika terlahir kembali kedunia ini akan menjadi makhluk
yang lebih tinggi tingkatannya atau derajatnya dibandingkan makhluk ciptaan
lainnya seperti manusia sehingga dapat membantu dirinya sendiri untuk mencapai
kesempurnaan, karena didalam Sarasamuscaya disebutkan terlahir sebagai manusia
merupakan tangga menuju surga yang tidak akan jatuh lagi kebawah karena manusia
memiliki idep (daya pikir) sehingga
mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
No comments:
Post a Comment