2.1
Teori Belajar Beheviouristik
Teori belajar
behaviouristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Teori ini lalu
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal dengan
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar
Teori
behavioristik dengan model hubungan stimukus-responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku yang
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar
merupakan aibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:3).
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan
pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang
terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus
dan respon,oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang
diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting
untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku.
Faktor lain yang
dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement).Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon
akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative
reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa prinsip
dalam teori belajar behavioristik, meliputi : (1) Reinforcement and Punishment;
(2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4)
Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The
Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984)
Tokoh-tokoh
aliran behavioristik diantaranya adalah Thorndike, Watson. Clark Hull, Edwin
Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran
behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran. Teori
behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi
belajar yang kompleks, sebab banyak variable atau hal-hal yang berkaitan dengan
pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus
dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan
behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi emosi pebelajar,
walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak
dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman
penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran
berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkaty kesulitannya.
Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat
diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang
mempertemukan unsure-unsur yang diamati tersebut.
Teori
behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier,
konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar
merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau
mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas
berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses
belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan
tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan
digunakannya hukuman dan kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut
dengan penguat negatif (negative
reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan
berimajinasi.
2.2 Teori Belajar Konstruktivisme
Pembentukan pengetahuan menurut
model konstruktivisme memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur
kognitif dfalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur
kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian relitasnya. Interaksi kognitif akan
terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang
diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah
dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organism yang sedang
berubah, proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses
rekonstruksi (Piaget, 1986:60). Yang terpenting dalam teori konstruktivisme
adalah bahwa dalam proses pembelajaran siswalah yang harus mendapatkan
penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka,
bukannya guru atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap
hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa
akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa
(Suparno, 1997:81).
Belajar lebih diarahkan pada
experiental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan
pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sejawat, yang kemudian
dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya
aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan
pada si pebelajar. Belajar seperti ini selain berkenaan dengan hasil (outcome)
juga memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu. Pengetahuan yang
ditranformasikan diciptakan dan dirumuskan kembali (created and recreated),
bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Bentuknya bisa objektif maupun subjektif,
berorientasi pada penggunaan fungsi konvergen dan divergen otak manusia
(Semiawan, 2001:6).
Pengetahuan dalam pengertian konstruktivisme
tidak dibatasi pada pengetahuan yang logis dan tinggi. Pengetahuan disini juga
dapat mengacuu pada pembentukan gagasan, gambaran, pandangan akan sesuatu atau
gejala sederhana. Dalam konstruktivisme, pengalaman dan lingkungan kadang punya
arti lain dengan arti sehari-hari. Pengalaman tidak harus selalu pengalaman
fisis seseorang seperti melihat, merasakan dengan inderanya, tetapi dapat pula
pengalaman mental yaitu berinteraksi secara pikiran dengan suatu obyek
(Suparno, 1997:80). Dalam konstruktivisme kita sendiri yang aktif dalam
mengembangkan pengetahuan.
Beberapa hal yang mendapat
perhatian pembelajaran konstruktivisme, yaitu (1) mengutamakan pembelajaran
yang bersifat nyata dalam konteks yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3)
menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial, (4) pembelajaran
dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman (Pranata,.) Hakikat
pembelajaran konstruktivisme oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan
bahwa pengetahuan adalah non-objektive, bersifat temporer, selalu berubah dan
tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman
konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar
berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta
menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki
pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan
perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Fornot mengemukakan aspek-aspek konstruktivisme
sebagai berikut : adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of
environment), dan pembentukan makna (the construction of meaning). Dari ketiga
aspek tersebut oleh J. Peaget bermakna yaitu adaptasi terhadap lingkungan
melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah proses kognitif
dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke
dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang
sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian
atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan
terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian schemata melainkan
perkembangan schemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam
mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian
orang itu berkembang.
Akomodasi, dalam menghadapi
rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan
pengalaman yang baru dengan schemata yang telah dipunyai.Pengalaman yang baru
itu bisa jadi skema sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam
keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk
membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi
skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi
merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses
asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka
terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu
maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami
atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses
terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium).
Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berbeda dengan tingkat
yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan
berjenjang ini oleh Vygotskian disebutkan sebagai scaffolding. Scaffolding,
berarti memberikan kepada seseorang individu sejumlah besar bantuan selama
tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan
memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang
semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan
pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke
bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga kategori
pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permaslaahan, yaitu (1) siswa
mencapai keberhasilan yang baik, (2) siswa mencapai keberhasilan dengan
bantuan, (3) siswa gagal meraih keberhasilan. Scaffolding,berarti upaya
pembelajar untuk membimbimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan.
Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jennjang yang lebih
tinggi menjadi optimum. Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa pengetahuan
dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat
disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan melalui
adaptasi intelektual dalam konteks sosial budaya. Proses penyesuaian ini
equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni
melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis
Vygotskian lebih menekankan pada penerapan teknik saling tutur gagasan antar
individual. Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah :
(1) mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi sosial yang dimulai
proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi
dan pengetahuan, (2) zona of proximal development.
Pembelajaran sebagai mediator
memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun
pengetahuan, pengertian dan kompetensi. Sumbangan penting teori Vygotsky adalah
penekanan pada hakikat pembelajaran sosiokultural. Inti teori Vygotsky adalah
menekankan interaksi antara aspek internak dan eksternal dari pembelajaran dam
penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori Vygotsky,
fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi sosial masing-masing individu
dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa
bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut
masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of
proximal development mereka. Zona of proximal development adalah daerah antar
tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan
memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang
didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang
dewasa ata teman sebaya yang lebih mampu.
Pengetahuan dan pengertian
dikonstruksi bila seseorang terlibat secara sosial dalam dialog dan aktif dalam
percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antar
pribadi. Dalam hal ini pebelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik
tetapi juga interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu
lain.Pembelajaran yang sifatnya kooperatif (cooperative learning) ini muncul
ketika siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan oleh
siswa. Pengelolaan kelas menurut cooperative learning bertujuan untuk membantu
siswa untuk mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengan
siswa yang lain. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan
kelas yaitu : pengelompokkan, semangat kooperatif dan penataan kelas.
2.3 Teori Belajar Humanistik
Menurut teori
humanistic, tujuan belajar adalah memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap
berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa
dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya.
Tujuan utama
para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam
diri mereka. Para ahli humanistic melihat adanya dua bagian pada proses
belajar, ialah :
1.
Proses
pemerolehan informasi baru,
2.
Personalia
informasi ini pada individu.
Tokoh penting dalam teori belajar
humanistic secara teoritik antara lain adalah : Arthur W. Combs, Abraham Maslow
dan Carl Rogers.
a.
Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan
Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia
pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering
digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu.Guru tidak bisa
memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan
mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi
karena mereka enggan dan terpaksa da merasa sebenarnya tidak ada alasan penting
mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah
dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan
memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru
harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa
tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha
merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan
seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan
dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun
dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi
pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk
memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan
menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan
lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan
kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari
persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah bersepsi dunia. Makin jauh
peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap
perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin
mudah hal itu terlupakan.
b.
Maslow
Teori Maslow
didasarkan pada asumsibahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1)
Suatu usaha yang
positif untuk berkembang
(2)
Kekuatan untuk
melawan atau menolak perkembangan itu
Maslow
mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat hirarkis.
Pada
diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut
untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut
membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi di sisi lain
seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju kea rah keutuhan, keunikan
diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi
dunia luar dan pada saat itu jga ia dapat menerima diri sendiri (self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia
menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama,
seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang
terletak diatasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya.
Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting
yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia
mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau
kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
c.
Carl Rogers
Carl Roger lahir
8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempatdari enam
bersaudara.Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang
psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat
gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di
Rochester Society untuk mencegah kkerasan pada anak.
Gelar professor
diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulias buku pertamanya.
Counseling and Psychoterapy dan secara bertahap mengembangkan konsep
Client-Centered Therapy.
Rogers
membedakan dua tipe belajar yaitu :
1.
Kognitif
(kebermaknaan)
2.
Experiential
(pengalaman atau signifikansi)
Guru menghubungkan
pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti mempelajari mesin
dengan tujuan untuk memperbaiki mobil. Experiential Learning menunjuk pada
pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning
mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh
siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers
yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan
prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu :
1.
Menjadi manusia
berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar
tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2.
Siswa akan
mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan
pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bahan yang
bermakna bagi siswa.
3.
Pengorganisasian
bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian
yang bermakna bagi siswa.
4.
Belajar yang
bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya
Freedom To Learn,ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang
penting diantaranya ialah :
a.
Manusia itu
mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b.
Belajar yang
signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi
dengan maksud-maksud sendiri.
c.
Belajar yang
menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap
mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d.
Tugas-tugas
belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e.
Apabila ancaman terhadap
diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara berbeda-beda
dan terjadilah proses belajar.
f.
Belajar yang
bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g.
Belajar
diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h.
Belajar
inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun
intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i.
Kepercayaan
terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas lebih mudah dicapai terutama
jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengkritik dirinya sendiri dan
penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j.
Belajar yang
paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai
proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Pembelajaran berdasarlan teori humanistik ini cocok
untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena
sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang
bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya
sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau
melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
2.4
Teori Belajar Kecerdasan Ganda
Kecerdasan merupakan
anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap insan. Anugerah ini mampu
menggerakkan seluruh sendi kehidupan di dunia dan keberhasilan yang dirasakan
selama ini. Istilah kecerdasan sering
dikaitkan dengan kemampuan seseorang untuk bertindak, bekerja, menghitung matematis,
mengukur, membaca cepat, berbahasa asing dengan lancar, memecahkan masalah,
bekerjasama, sabar, pintar, IQ di atas rata-rata, pengambilan keputusan dan
mengerjakan banyak hal sekaligus. Dari semua pengertian yang ada,para ahli
sepakat bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan paling tidak mengandung dua aspek
pokok yaitu ; kemampuan belajar dari pengalaman dan beradaptasi terhadap
lingkungan. Kecerdasan merupakan potensi yang dimiliki seseorang yang dapat
diaktifkan melalui proses belajar, interaksi dengan keluarga, guru, teman dan
nilai-nilai budaya yang berkembang. Gardner (1983) dalam bukunya Frames of
Mind, mengembangkan model kecerdasan selama lebih dari dua puluh tahun dengan
menjelajahi berbagai disiplin ilmu, seperti neobiologi, antropologi, psikologi,
filsafat dan sejarah. Tipe kecerdasan ganda dikembangkan berdasarkan hasil
penelitian para pakar, salah satunya Jean Peaget. Gardner akhirnya sampai pada
suatu kesimpulan bahwa kecerdasan bukanlah sesuatu yang bersifat tetap, dan
bukanlah unit kepemilikan tunggal. Kecerdasan merupakan serangkaian kemampuan
dan keterampilan yang dapat dikembangkan. Kecerdasan ada pada setiap manusia
tetapi dengan tingkat yang berbeda-beda.
Gardner (1983) berhasil
mengidentifikasi tujuh macam kecerdasan, yang kemudian dikenal sebagai
kecerdasan ganda (Multiple Intelligence)
atau biasa disingkat dengan MI. Ketujuh jenis kecerdasan tersebutadalah musical/rhythmic intelligence
bodily/kinesthetic intelligence, logical/mathematical intelligence,
visual/spatial intelligence, verbal/linguistic intelligence, interpersonal
intelligencer dan interpersonal intelligence (dalam perkembangannyua
ditambah satu jenis kecerdasan sehingga menjadi delapan yakni naturalistic intelligence)
1.
Kecerdasan
musical
Gardner menyebut
kecerdasan musical ini dengan istilah musical/rhythmic intelligence. Kecerdasan
musical (KM) adalah kemampuan untuk menghasilkan dan mengapresiasi musik.
2.
Kecerdasan
Kinesthetic
Jenis kecerdasan ini
berkaitan dengan pengendalian gerakan badan. Pengendalian gerakan badan ini
terletak di korteks motoris dengan setiap belahan otak mendominasi atau
mengendalikan gerakan badan di sisi yang berlawanan (Gardner, 1983).
3.
Kecerdasan
logical/mathematical.
Bentuk kecerdasan ini telah banyak
diteliti oleh para ahli.
4. Kecerdasan verbal/linguistik
Kemampuan berkaitan dengan bahasa dengan menggunakan
kata secara efektif, baik lisan (bercerita, berpidato, orator atau politisi)
dan tertulis (seperti, wartawan, sastrawan, editor dan penulis).
6.
Kecerdasan
interpersonal
Kemampuan mempersepsikan dan membedakan suasana
hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain. Kecerdasan ini meliputi
kepekaan terhadap ekspresi wajah, suara, gerak – isyarat.
7. Kecerdasan intrapersonal
Kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan
pemahaman tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri secara
akurat mencakup kekuatan dan keterbatasan.
8.
Kecerdasan
naturalistik
Konsep MI
merupakan kritik terhadap Psychometric yang biasa digunakan untuk mengukur
kecerdasan manusia yang hanya bertumpu pada kekuatan otak kiri manusia.
No comments:
Post a Comment