I.
ANALISIS STRUKTUR LONTAR GEGURITAN BIMA SWARGA
A.SINOPSIS
Dewi Kunti bermimpi didatangi atma Pandu dan Dewi Madri. Mereka minta
tolong agar dibebaskan dari siksa api neraka. Kunti menyampaikan mimpi itu kepada anak-anaknya,
dan diputuskan agar Bhima menyambangi ke Swarga loka.Purnama, dalam suatu
prosesi yang hening, perjalanan Bhima Swarga dimulai. Bhima diiringi dua
abdinya Merda dan Twalen melesat ke langit. Diangkasa, setelah melalui marga
sanga (sembilan persimpangan jalan) di sanalah swarga loka berada, di bumi
antah karana, di bumi yang menyebabkan sebab segala sebab. Dari sembilan jalan
di persimpangan tersebut ada empat jalan yang benar-benar menuju swarga loka.
Sampai di tegal penangsaran (kuburan maha luas) tempat para roh menunggu
giliran menghadap Bhatara Yama untuk menentukan apakah sang roh harus masuk
surga atau ke neraka. Dalam penantian itu, para roh menerima hukuman sesuai
karma-nya. Ada yang disebut atma lara (atma yang sengsara), atma drwaka (atma
yang serakah), atma sangsaya (atma yang senantiasa curiga), atma babotoh (atma
penjudi) dan sebagainya.
Inilah perjalan spiritual Bhima, yang memberikan pengalaman bathin tentang
pelaksanaan sangksi bagi para atma sesuai perbuatan yang dilakukan saat
menghuni raga manusia di mayapada.
Pertama-tama mereka melihat Bhuta Tog-tog Sil, babutan (mahluk angkara)
dengan wujud mata besar menghakimi atma tattwa (atma yang menyalahgunakan
pengetahuan tattwa) dan atma curiga (atma yang penuh curiga, mencurigai yang
tidak patut dicurigai).
Di sebelahnya, Bhuta Naya (raksasa yang kadang tampak kadang tak tampak)
bersama Bhuta Celeng, babutan berbentuk babi menghukum atma yang sewaktu di
mercapada berprilaku buruk, jahat. Tidak jauh dari itu, tampak Bhuta Abang,
babutan yang berwujud raksasa berkulit merah menyala sedang menggotong atma
lengit, atma yang semasa hidupnya malas bekerja akan dicemplungkan ke bejana
dengan air mendidih yang disebut kawah gomuka.
Di sebelah kanannya dari bejana itu, tampak Sang Bhuta Ireng, babutan
berwujud raksana berkulit hitam bersama Sang Bhuta Prungut, babutan yang
bertubuh besar, berkulit hitam dan berwajah angker menggotong atma corah, atma
yang semasa hidupnya senantiasa berprilaku buruk untuk dicemplungkan ke kawah
gomuka. Sementara itu, Bhuta Ode-ode, babutan yang bertubuh gemuj dengan kepala
plontos meniup api di bawah jambangan kawah sehingga airnya terus mendidih.
Tidak jauh dari kawah gomuka, Sang Suratma dengan wujud raksasa yang penuh
wibawa, penguasa para atman sedang menghukum atmaning usada, karena dulu dukun
yang menguasai ilmu pengobatan yang dahulu pernah lalai menyembuhkan orang sakit
melakukan maal praktek, dan selalu meminta imbalan yang tinggi kepada orang
yang diobatinya.
Di sebelahnya Sang Bhuta Wirosa yang berwujud raksasa maha sakti sedang menghukum atma mamaling nasi, ini terjadi karena saat di mercapada ia suka mencuri makanan. Karena itu sebaiknya jangan sekali0kali mencuri nasi, seberapapun lapar dirasakan.
Beberapa depa dari tempat itu, Sang Bhuta Wingkara yang bengis bernama bhuta lilipan yang berwujud aneh, memiliki belalai seperti gajah dan tubuhnya seperti tubuh Singa, mulutnya penuh bisa seperti ular sedang menyiksa atmaning wong aboros, atma yang suka berburu membunuh binatang yang tidak patut dibunuh.
Di sebelahnya Sang Bhuta Wirosa yang berwujud raksasa maha sakti sedang menghukum atma mamaling nasi, ini terjadi karena saat di mercapada ia suka mencuri makanan. Karena itu sebaiknya jangan sekali0kali mencuri nasi, seberapapun lapar dirasakan.
Beberapa depa dari tempat itu, Sang Bhuta Wingkara yang bengis bernama bhuta lilipan yang berwujud aneh, memiliki belalai seperti gajah dan tubuhnya seperti tubuh Singa, mulutnya penuh bisa seperti ular sedang menyiksa atmaning wong aboros, atma yang suka berburu membunuh binatang yang tidak patut dibunuh.
Di sebelahnya lagi, tampak Sang Bhuta Mandar dan Sang Bhuta Mandir dua
raksasa bengis saudara kembar sedang menggergaji kepala atma wong alpaka guru,
atma yang tidak melakukan kewajiban sebagai putra yang baik (suputra) karena
melalaikan kedua orang tuanya, melalaikan kewajibannya.
Merdah dan Twalen miris hatinya teringat akan kewajibannya kedapa orang tua
yang belum sepenuhnya dilakukan dengan baik.Mereka terkejut karena setelah
beranjak sedikit saja dari tempat yang satu, dia menemukan kembali Sang Jogor
Manik di tempat lain sedang mengadili dua atma yang satu atma kedi dan yang
satu lagi atma kliru, yang satu laki-laki seperti perempuan, yang satu lagi
perempuan seperti laku-laki. Tidak jauh dari situ, mereka melihat Sang Jogor
Manik sedang menghukum atma angadol prasasti atau atma yang menjual prasasti.
Sedangkan di sebelah Bhuta Tog-tog Sil yang matanya besar sedang menyiksa
atma angadol prasasti yang lainnya. Berdekatan dari tempat itu, banyak atma
yang disebut atma tan pasantana, atma yang tidak memiliki keturunan digantung
di pohon bambu. Sementara itu, atma nora matatah, atma yang belum melaksanakan
upacara potong gigi sambil menggigit pohon bambu disiksa oleh Bhuta Brungut
yang menyeramkan sedang menghunus pedang.
Beranjak selangkah dari tempat itu, lagi-lagi ditemukan Sang Jogor Manik
sedang berhadapan dengan atma aniti krama, atma yang semasa hidupnya sangat ramah
tamah dan tidak membanding-bandingkan tamu yang datang kepadanya.
Di sebelahnya, atma angrawun yang semasa hidupnya meracuni banyak orang
sedang diberi makan medang (bulu halus bambu) oleh Bhuta Ramya yang suaranya
gemuruh.Sedangkan berdekatan dengan itu, Sang Bhuta Edan yang suka mengamuk
sedang menyiksa atmaning wong andesti, atma yang semasa hidupnya menggunakan
ilmu hitam untuk menyakiti orang lain.Di sebelahnya lagi, atma wong bengkung
yang tidak mau menyusui bayinya sedang disiksa dengan mematukkan ular tanah
pada puting susunya oleh Bhuta Pretu yang menjerit-jerit memekakkan telinga.Di
tempat itu pula, Bhuta Janggitan yang menyeramkan sedang menyiksa atma pande
corah, atma ahli membuat senjata mungkin bom yang untuk menghancurkan orang
lain. Selain itu, ada lagi kawah gomuka dengan air mendidih berisi atma yang
direbus karena kesalahannya pada waktu menjelma menjadi manusia, sebagai
koruptor, suka memfitnah, maling, madat, narkoba... Tampaknya di neraka yang
luas ini, tidak terhitung jumlah kawah gomuka bertebaran di mana-mana.
Demikian pula, begitu banyak atma yang bersalah pada masa lalu dihukum
sesuai tingkat kesalahannya. Atma Jalir, baik laki-laki maupun perempuan yang
semasa hidupnya suka berselingkuh, disiksa oleh Bhuta Lendi maupun Bhuta Lende
dengan membakar kemaluannya. Dijumpai pula Sang Jogor Manik yang seram dan
menakutkan sedang menguji sang atma putus, yaitu atma yang dalam kehidupannya
di dunia tiada tercela, selalu berbuat baik dan pandai. Tiada berapa lama
kemudian, sang atma putus diijinkan memasuki sorga.
Sesaat setelah menyaksikan penghukuman para atma sesuai kesalahannya, Bhima
menemukan kawah gomuka. Secepat kilat Bhima membalikkan kawah untuk
menyelamatkan atma Pandu dan Dewi Madri. Selanjutnya mencari tirta amerta untuk
membebaskan dosa yang membelenggu kedua orang tuanya. Setelah diperciki tirta
amerta, Pandu dan Madri berhasil memperoleh kebahagiaan abadi di sorga.
B.
TEMA
Dalam pemahaman penulis tentang kisah perjalanan
bhima ke swargaloka , penulis dapat mengapil kesimpulan bahwa tema yang
diangkat pada geguritan Bhima Swarga yakni berbakti kepada guru rupaka. Hal ini
dapat dikatakan dengan alasan bahwa Sang Bima sungguh –sungguh mencari Tirta
Amerta untuk melepas atma Ayahnya Sang pandu dan Dewi Madri agar bisa kembali
ke surga.
C.
TOKOH
1.
Bhima ( Tokoh Utama )
Kata bhīma dalam bahasa Sanskerta artinya kurang lebih adalah "mengerikan". Sedangkan nama lain
Bima yaitu Wrekodara, dalam bahasa Sanskerta dieja vṛ(ri)kodara, artinya ialah "perut serigala", dan merujuk ke kegemarannya makan. Nama julukan yang lain adalah
Bhimasena yang berarti panglima perang.
Dalam wiracarita Mahabharata diceritakan bahwa karena Pandu tidak dapat membuat keturunan (akibat kutukan dari
seorang resi di hutan),
maka Kunti (istri
Pandu) berseru kepada Bayu, dewa angin. Dari hubungan Kunti dengan Bayu,
lahirlah Bima. Atas anugerah dari Bayu, Bima akan menjadi orang yang paling
kuat dan penuh dengan kasih sayang.
Pada usia remaja, Bima dan saudara-saudaranya dididik
dan dilatih dalam bidang militer oleh Drona. Dalam mempelajari senjata, Bima lebih memusatkan
perhatiannya untuk menguasai ilmu menggunakan gada, seperti Duryodana. Mereka berdua menjadi murid Baladewa, yaitu saudara Kresna yang sangat mahir dalam menggunakan senjata gada.
Dibandingkan dengan Bima, Baladewa lebih menyayangi Duryodana, dan Duryodana
juga setia kepada Baladewa.
Bima memiliki sifat gagah berani, teguh, kuat, tabah,
patuh dan jujur, serta menganggap semua orang sama derajatnya, sehingga dia
digambarkan tidak pernah menggunakan bahasa halus (krama inggil) atau pun duduk
di depan lawan bicaranya. Bima melakukan kedua hal ini (bicara dengan bahasa
krama inggil dan duduk) hanya ketika menjadi seorang resi dalam lakon Bima Suci, dan ketika dia bertemu dengan
Dewa Ruci.
Keberanian Bhima dapat dilihat dari kisahnya yang
berani ke dunianya Dewa Yama meskipun dunia disana sangat seram dan menakutkan
, serta Beliau dengan kekuatan beliau , kawah candra gohmuka dapat dibalikkan
dan mendapatkan Tirta amerta.
2.Sang jogor manik
Ida
Bhatara jogor manik berstana di pura Dalem Puri, Besakih. Karena Ida mengetahui
perbuatan-perbuatan manusia semasa hidup di bumi dan apabila waktu hidup dulu
pernah membuat kejahatan melibihi kejamnya para bebutan-bebutan yang dikuasai
oleh Ida Bhatara Ratu Gede Mas Mecaling maka roh manusia tersebut dari pura
Dalem Puri langsung di antar ke pura Dalem Kerangkeng untuk menjalani sebuah
hukuman tergantung dari berapa besar karma buruk yang diperbuat semasa
hidupnya. Kalau roh manusia sudah sampai masuk ke dalam pura Dalem Kerangkeng
maka manusia tersebut akan sulit untuk bereinkarnasi atau lahir kembali ke
dunia.
Ida
mempunyai alat yang super canggih yang tidak dimiliki oleh manusia. Ida bisa
melihat siapa dan dimana manusia itu berada serta apa yang dilakukannya. Ida
Bhatara Jogor Manik juga adalah yang bertugas mencatat kapan waktu kematian
seseorang di muka bumi ini. Dalam melaksanakan tatanan kewenangannya, Ida
mempunyai empat pengawal yang akan bertugas menjemput dan mengantar roh-roh
manusia.
3.Para Bhuta
a. Sang Bhuta babutan
Bhuta Tog-tog Sil, babutan (mahluk angkara) dengan
wujud mata besar menghakimi atma tattwa (atma yang menyalahgunakan pengetahuan
tattwa) dan atma curiga (atma yang penuh curiga, mencurigai yang tidak patut
dicurigai).
b. sang Bhuta Naya dan Bhuta celeng
Bhuta Naya (raksasa yang kadang tampak kadang tak
tampak) bersama Bhuta Celeng, babutan berbentuk babi menghukum atma yang
sewaktu di mercapada berprilaku buruk, jahat.
c. Sang Bhuta abang
Bhuta Abang, babutan yang berwujud raksasa berkulit
merah menyala sedang menggotong atma lengit, atma yang semasa hidupnya malas
bekerja akan dicemplungkan ke bejana dengan air mendidih yang disebut kawah
gomuka.
d. Sang Bhuta Ireng dan Bhuta Prungut
Sang Bhuta Ireng, babutan berwujud raksana berkulit
hitam bersama Sang Bhuta Prungut, babutan yang bertubuh besar, berkulit hitam
dan berwajah angker menggotong atma corah, atma yang semasa hidupnya senantiasa
berprilaku buruk untuk dicemplungkan ke kawah gomuka
e.Bhuta
Ode – Ode
Bhuta Ode-ode, babutan yang bertubuh gemuj dengan
kepala plontos meniup api di bawah jambangan kawah sehingga airnya terus
mendidih.
f. Sang Suratma
Sang Suratma dengan wujud raksasa yang penuh wibawa,
penguasa para atman sedang menghukum atmaning usada, karena dulu dukun yang
menguasai ilmu pengobatan yang dahulu pernah lalai menyembuhkan orang sakit
melakukan maal praktek, dan selalu meminta imbalan yang tinggi kepada orang
yang diobatinya.
g.Bhuta Tog-tog Sil
sebelah Bhuta Tog-tog Sil yang matanya besar sedang
menyiksa atma angadol prasasti yang lainnya
4. Sang Pandu
Nama Pandu atau pāṇḍu dalam bahasa Sanskerta berarti pucat, dan kulit beliau memang pucat, karena ketika ibunya (Ambalika) menyelenggarakan upacara putrotpadana untuk memperoleh anak, ia berwajah
pucat.
Di kalangan Jawi (Jawa Kuna/Sunda), Pandu berasal dari
Wandu yang artinya bukan laki bukan perempuan, tetapi bukan banci. Tegasnya,
sajeroning lanang ana wadon, sajeroning wadon ana lanang, yaitu manusia yang
sudah menemukan jodohnya dari dalam dirinya sendiri. Gusti Pangeran dan
hambanya sudah bersatu dan selalu berjamaah.
Menurut Mahabharata, Wicitrawirya bukanlah ayah biologis Pandu. Wicitrawirya wafat
tanpa memiliki keturunan. Ambalika diserahkan kepada Bagawan Byasa agar diupacarai sehingga memperoleh anak. Ambalika
disuruh oleh Satyawati untuk mengunjungi Byasa ke dalam sebuah kamar sendirian, dan di sana ia
akan diberi anugerah. Ia juga disuruh agar terus membuka matanya supaya jangan
melahirkan putra yang buta (Dretarastra) seperti yang telah dilakukan Ambika. Maka dari itu, Ambalika terus membuka matanya namun
ia menjadi pucat setelah melihat rupa Sang Bagawan (Byasa) yang luar biasa. Maka dari itu, Pandu (putranya),
ayah para Pandawa, terlahir pucat.
Pandu
meninggal dunia musnah bersama seluruh raganya. Jiwanya kemudian masuk neraka
sesuai perjanjian. Atas perjuangan putera keduanya, yaitu Bima beberapa tahun
kemudian, Pandu akhirnya mendapatkan tempat di surga.
5.
Dewi Madri
Madri
adalah istri kedua Pandu.
Ia dinikahkan dengan Pandu untuk mempererat hubungan antara Hastinapura
dengan Kerajaan Madra.
Namun karena Pandu menanggung kutukan bahwa ia akan meninggal apabila bersenggama,
maka ia tidak bisa memiliki keturunan. Akhirnya Pandu dan istrinya mengembara
di hutan sebagai pertapa dan meninggalkan Hastinapura.
Di sana, Kunti
mengeluarkan mantra rahasianya untuk memangil para Dewa. Ia menggunakan mantra
tersebut tiga kali untuk memanggil Dewa Yama,
Bayu,
dan Indra.
Dari ketiga Dewa tersebut ia memperoleh tiga putera, yaitu Yudistira,
Bima, dan Arjuna.
Kunti juga memberikan kesempatan bagi Madri untuk memanggil Dewa. Madri
memanggil Dewa Aswin,
dan mendapatkan putera kembar bernama Nakula
dan Sadewa.
D
LATAR ATAU SETTING
1.
Yamaloka
`Dalam
mitologi Hindu, salah satu dunia yang berada di bawah disebut "Naraka"
(bahasa Indonesia:
Neraka),
dan istilah tersebut digunakan dengan sangat terkenal. Dunia bawah dipenuhi
oleh para Asura.
Naraka dikuasai oleh Dewa Yama
yang bergelar sebagai Raja Neraka, Dewa kematian, dan Dewa keadilan. Naraka
merupakan tempat dimana jiwa seseorang diadili oleh Dewa Yama dan dihukum
menurut perbuatannya semasa hidup dan setelah itu dilahirkan kembali untuk
menebus kesalahan di kehidupan sebelumnya agar mendapat kesempatan untuk
mencapai moksha
(kebahagiaan tertinggi).
2.
Kawah Gomuka
Nama kawah
Candradimuka berawal dari cerita pewayangan yaitu tentang cerita Gatotkaca,
dimana Gatotkaca direbus didalam kawah Candradimuka sehingga akhirnya dia
memiliki kesaktian otot kawat tulang besi.
Sedangkan
arti kawah Candradimuka secara harfiah adalah kawah yang artinya lubang, kawah
gunung. Dan Candradimuka yang berarti sinar bulan
3.Swarga
loka
Dalam mitologi Hindu, "Swarga" adalah dunia
ketiga di antara tujuh dunia yang lebih tinggi (dunia atas). Dalam penggunaan
sehari-hari, kata "Swarga" sering disamakan dengan "Sorga", dunia yang
tertinggi dalam gambaran umum, tempat orang-orang hidup bahagia setelah
meninggalkan dunia yang fana. Menurut agama Hindu,
Swarga merupakan persinggahan sementara bagi orang-orang yang berjiwa baik
sebelum bereinkarnasi.
Menurut mitologi Hindu, dunia atas merupakan dunia suci, dunia para
dewa, atau kahyangan. Sesuatu yang bersifat jahat, kasar, dan nafsu duniawi
(hubungan seks, arak, uang, dan sebagainya) sangat dilarang karena kebahagiaan
di sana tidak diperoleh dengan pemuasan nafsu. Di sana terdapat beragam makhluk
supernatural, yaitu: Dewa, Apsari, Gandharwa,
Yaksa,
Kinnara,
dan lain-lain. Di Swarga juga tinggal penari-penari yang cantik, seperti
misalnya: Urwasi,
Menaka,
Ramba, dan Tilottama.
Tugas mereka adalah menghibur para penghuni swarga atas perintah dari Dewa Indra. Selain itu mereka
juga ditugaskan untuk menguji iman para pertapa yang memohon kesaktian kepada
para Dewa.
E.AMANAT
Berdasarkan
pengertian diatas dan berdasarkan pemahaman peneliti tentang translitasi lontar
geguritan Bhima Swarga maka dapat diambil kesimpulan bahwa amant yang
terkandung dalam geguritan Bhima Swarga adalah penyucian atma hanya dapat dilakukan oleh putra yang
satya, jujur, tulus dan taat,setia kepada orang tua. Kisah ini mengingatkan
kita untuk beristirahat sejenak diantara hiruk pikuk, pergumulan hidup,dan
merenungkan kembali ajaran Karma Phala,dimana setiap perbuatan yang kita
lakukan akan juga mendapatkan buah yang stimpal dari perbuatan itu. Kisah ini
mengingatkan kita agar senantiasa berbuat bijak didunia,agar roh/atma kita
nanti mendapatkan tempat yang baik dialam sana,serta menghindari perbuatan
buruk,agar terhindar dari pahala yang buruk pula. Namun semuanya juga tak lepas
dari anugrah Yang Maha Kuasa dan pasang surutnya keadaan pikiran perasaan kita.
Dan kita sebagai seorang putra haruslah berbakti
kepada orang tua , karna bagaimana pun juga seburuk-buruknya orang tua ,
merekalah yang melahirkan kita dan merawat kita hingga kita bisa seperti
sekarang ini. Maka dari itulah, tokoh Bhima dalam Bhima Swarga patut ditiru
sebagai putra yang suputra .
II.
NILAI YANG TERKANDUNG DALAM GEGURITAN BHIMA SWARGA
A.NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU
Dalam kisah perjalanan Bhima untuk menyelamatkan Orang
Tuanya mencirikan bahwa Bhima sangat berbakti kepada orang tuanya. Hal ini sama
dengan Guru Susrusa dalam agama hindu yakni Berbakti kepada Catur Guru yakni
Guru Swdhyaya ( Ida Sang Hyang Widhi Wasa) , Guru Rupaka ( orang tua ), guru
pengajian ( guru di sekolah ), guru Wisesa ( pemerintah). Dan Bhima sudah
mengimplementasika ajaran berbakti terhadap orang tua .
No comments:
Post a Comment